Bakal Ada Super Thursday, Rupiah Sudah Siap Mental?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
15 December 2021 07:20
Uang Edisi Khusus Kemerdekaan RI ke 75 (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)
Foto: Uang Edisi Khusus Kemerdekaan RI ke 75 (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sukses menguat dua hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) Selasa kemarin. Meski demikian, penguatan rupiah tipis, 0,07% saja di Rp 14.330/US$. Sepanjang perdagangan kemarin rupiah juga tidak banyak bergerak, hanya di rentang Rp 14.325/US$ hingga Rp 14.350/US$.

Pergerakan tersebut menjadi indikasi pelaku pasar menanti pengumuman kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed) pada Kamis dini hari waktu Indonesia, dan masih akan terjadi pada hari ini, Rabu (15/12).

Selain The Fed, ada bank sentral Jepang (BoJ), bank sentral Eropa (ECB), Bank Sentral Inggris (BoE), bank sentral Swiss (SNB) termasuk Bank Indonesia (BI) yang akan mengumumkan kebijakan moneter di hari Kamis nanti, sehingga menjadi "Super Thursday"

The Fed diperkirakan akan mengumumkan mempercepat tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE), dan memberikan proyeksi suku bunga di tahun depan.

Pelaku pasar akan melihat seberapa agresif The Fed akan menormalisasi kebijakan moneternya.

Survei yang dilakukan Reuters menunjukkan mayoritas ekonom memperkirakan suku bunga akan dinaikkan pada kuartal III-2022, tetapi ada beberapa yang melihat kenaikan di kuartal I-2022 yang artinya dalam 3 bulan ke depan.

Survei tersebut dilakukan pada 3 sampai 8 Desember, dan menunjukkan The Fed diperkirakan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 0,25% - 0,5% di kuartal III-2022. Kemudian, akan ada 3 kali kenaikan lagi, yakni di kuartal IV-2022, serta kuartal I dan II-2023.

Suku bunga The Fed (Fed Funds Rate/FFR) akan berada di 1,25% - 1,5% pada akhir 2023.

Skenario kenaikan suku bunga dua hingga tiga kali di tahun depan sebenarnya sudah diantisipasi oleh pelaku pasar, sehingga kemungkinan terjadi gejolak di pasar finansial global akan kecil.

Tetapi, ceritanya tentu akan berbeda jika The Fed menaikkan suku bunga dalam waktu dekat. Hasil survei Reuters menunjukkan sebanyak 16 orang ekonom melihat kenaikan suku bunga pertama akan dilakukan pada kuartal II-2022, sementara 5 ekonom memperkirakan kenaikan di kuartal I-2022.

Sebagai perbandingan, survei yang sama dilakukan satu bulan sebelumnya menunjukkan hanya 5 ekonom yang melihat suku bunga dinaikkan di kuartal II-2022, dan satu orang saja yang melihat kenaikan sekitar Januari - Maret 2022.

Selain The Fed, bank sentral Inggris (BoE) yang juga sudah mengungkapkan akan menaikkan suku bunga guna meredam inflasi. Pasar sebelumnya memperkirakan BoE akan menaikkan suku bunga di bulan November lalu, tetapi nyatanya Gubernur Andrew Bailey mempertahankannya di rekor terendah 0,1%.

Akibat keputusan mempertahankan suku bunga tersebut, Bailey diberi label "Unreliable Boyfriend" oleh pasar. Sebab sebelumnya memberikan sinyal kuat akan menaikkan suku bunga, tetapi nyatanya tidak.

"Unreliable Boyfriend" sebelumnya juga pernah disematkan ke pendahulu Bailey, yakni Mark Carney.

"Komunikasi yang menyedihkan dari BoE. Bailey pada dasarnya membuat kita bereskpektasi suku bunga akan naik, tetapi pada akhirnya memilih mempertahankan suku bunga," kata Peter Kinsella, kepala analis mata uang di bank UBP Swiss, sebagaimana diwartakan Reuters, Kamis (4/11).

Pada pengumuman kebijakan kali ini, ING memprediksi BoE masih akan mempertahankan suku bunganya, sebab lonjakan kasus penyakit virus corona varian Omicron yang menimbulkan banyak ketidakpastian.

ING memprediksi BoE baru akan menaikkan suku bunga pada Februari tahun depan, dan akan ada dua kali kenaikan di 2022.

Bank sentral lainnya yang akan mengumumkan kebijakan moneter Kamis besok, termasuk BI, belum akan merubah kebijakannya. Tetapi bagaimana panduan kebijakan ke depannya akan memberikan dampak signifikan di pasar valuta asing.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Analisis Teknikal

Secara teknikal, rupiah sukses lepas dan berada di bawah rerata pergerakan 200 hari (Moving Average 200/ MA 200) di kisaran Rp 14.340/US$ hingga Rp 14.350/US$.
Rupiah juga kini berada di support kuat di kisaran Rp 14.330/US$ yang merupakan Neckline pola Inverse Head and Shoulders. Pola tersebut memberikan tekanan bagi rupiah, karena merupakan sinyal kenaikan suatu aset, dalam hal ini USD/IDR.

Puncak bawah Inverse Head and Shoulders berada di Rp 14.020/US$ sementara Neckline berada di kisaran Rp 14.330/US$. Artinya ada jarak sebesar 290 poin.

idrGrafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Foto: Refinitiv

Ketika Neckline ditembus (break out), maka rupiah berisiko melemah sebesar jarak tersebut. Artinya, selama rupiah tertahan di atas Rp 14.330/US$, ada risiko melemah 290 poin ke Rp 14.620/US$.

Rupiah bisa lepas dari pola ini dan berbalik menguat di Desember jika mampu kembali ke bawah Rp 14.330/US$, dan bertahan di bawahnya. Untuk hari ini, jika mampu menembus level tersebut rupiah berpeluang menguat ke Rp 14.300/US$.

Peluang penguatan rupiah terbuka cukup lebar melihat indikator Stochastic yang bergerak turun tetapi belum mencapai wilayah jenuh jual (oversold).

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

Sementara itu resisten terdekat berada di kisaran Rp 14.370/US$ jika ditembus rupiah berisiko melemah ke Rp 14.400/US$.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular