Unicorn Hingga E-Commerce, Raksasa Tech Ikut Caplok Bank Mini

Feri Sandria, CNBC Indonesia
14 December 2021 12:45
Infografis: Simak! Usai 'Mati Suri', 10 Bank Mini Bangkit dari 'Kubur'
Foto: Infografis/Simak! Usai 'Mati Suri', 10 Bank Mini Bangkit dari 'Kubur'/Arie Pratama

Jakarta, CNBC Indonesia - Prospek bank digital yang menjanjikan sedang dilirik oleh banyak pihak. Tidak hanya perbankan, tapi juga konglomerat bisnis, perusahaan e-commerce hingga perusahaan rintisan alias start up berlomba-lomba untuk menjadi pemain utama.

Hal ini bukan tanpa alasan, mengingat bank digital diramal akan menjadi masa depan perbankan Indonesia. Masuknya pemain baru tersebut juga sejalan dengan industri keuangan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir mengalami transformasi yang cukup signifikan. Mulai dari digitalisasi hingga tawaran kemudahan transaksi.

Maraknya adopsi dompet digital yang di didorong oleh kehadiran berbagai perusahaan rintisan (start up) hingga meluasnya jangkauan layanan teknologi finansial (fintech) dalam membentuk ekosistem keuangan baru, merupakan alasan lain mengapa bank digital kian menjadi idaman.

Apalagi pemerintah juga terlihat antusias dengan perkembangan bank digital tanah air dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akhirnya merilis aturan terkait bank digital yang tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum pada bulan Agustus.

Tidak hanya itu, Akhir Oktober lalu OJK mengambil langkah yang turut dinanti publik dengan meluncurkan cetak biru transformasi digital perbankan dalam upaya mempercepat transformasi digital pada industri perbankan nasional.

Prospek masa depan yang didukung oleh kerangka aturan dan kebijakan yang diterapkan pemerintah serta antusiasme investor membuat perusahaan teknologi Indonesia ikut tertarik untuk memiliki bank mini yang kelak akan disulap menjadi bank digital.

Berikut adalah 6 perusahaan teknologi yang telah masuk ke dalam bisnis bank mini dan perbankan digital.

Kredivo Akusisi Bank Bisnis

Keluarga Sundjono Suriadi yang semula mengendalikan PT Bank Bisnis Internasional Tbk (BBSI) melaporkan penjualan sahamnya sebanyak 16% pada 15 Oktober 2021 lalu. Nilai penjualan ini mencapai Rp 439,69 miliar, belum termasuk penjualan di tahap awal.

Pembelinya yakni anak perusahaan fintech Singapura di Indonesia, PT FinAccel Teknologi Indonesia atau perusahaan pembiayaan dengan brand Kredivo.

Berdasarkan laporan keuangan yang terbit di BEI, pada akhir tahun 2020 keluarga Sundjono Suriadi menguasai 82% saham di Bank Bisnis setelah sukses melakukan IPO pada 7 September 2020. Keluarga Sundjono Suriadi menguasai BBSI melalui kepemilikan langsung atas nama Sundjono Suriadi (32%) sebagai pengendali dan saham yang dipegang Purnawan Suriadi melalui kepemilikan di dua perusahaan yaitu PT Sun Land Investama (35%) dan PT Sun Antarnusa (15%) yang merupakan pemegang saham BBSI. Sedangkan 18% sisanya adalah milik masyarakat.

Setelah manuver Kredivo tersebut, komposisi kepemilikan saham Bank Bisnis berubah total dengan Kredivo (40%) menjadi pengendali, total kepemilikan keluarga Sundjono Suriadi berkurang menjadi 43,70% dan masyarakat sebesar 16,30%

Induk Kredivo pada Agustus lalu telah menyatakannya rencananya untuk menjadi perusahaan terbuka dengan mencatatkan sahamnya di Bursa Amerika Serikat (AS). FinAccel menyebutkan jalan yang akan ditempuh adalah melalui merger dengan VPC Impact Acquisition Holdings II, sebuah perusahaan cangkang (SPAC) yang terdaftar di bursa Nasdaq, AS.

VPC Impact Acquisition Holdings II merupakan perusahaan cangkang yang berkantor di Chicago dan terdaftar di NASDAQ dengan kapitalisasi pasar US$ 317,17 juta.

Akulaku Ubah Bank Yudha Bhakti Menjadi Bank Neo Commerce

PT Akulaku Silvrr Indonesia pertama kali masuk di BBYB pada awal tahun 2019 dengan mengakuisisi 8,9% saham PT Bank Yudha Bhakti Tbk (BBYB) dari PT Gozco Capital pada harga Rp 338 per lembar saham dengan nilai total Rp 158 miliar. Akibat akuisisi ini, porsi kepemilikannya menyusut menjadi 33,26% dari sebelumnya 42,16%. Setelah itu Akulaku kembali menambah kepemilikan sahamnya melalui rights issue menjadi sebesar 24,98%.

Akulaku merupakan fintech yang disokong oleh anak usaha Alibaba sebagai investor, situs resmi Akulaku mencatat bahwa perusahaan berhasil menyelesaikan pembiayaan Seri D dan melakukan kerja sama dengan Ant Finansial yang dikabarkan mencapai US$ 100 juta atau setara dengan Rp 1,45 triliun (kurs 14.500).

Saat ini Akulaku resmi menjadi pemegang saham pengendali BBYB setelah mendapat restu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan porsi kepemilikan saham sebesar sebesar 24,98%. Pemegang saham lainnya termasuk PT Gozco Capital Indonesia sebesar 16,53%, Yellow Brick Enterprise Ltd sebesar 11,10%, Rockcore Financial Technology Co. Ltd sebesar 6,12% dan masyarakat sebesar 41,27%.

Sementara itu Asabri yang semula memiliki jumlah saham signifikan di bank ini cukup agresif melego saham ini., setelah harganya naik ratusan persen tahun ini. Saat ini tidak diketahui secara pasti apakah Asabri masih memiliki atau tidak saham BBYB, terakhir hingga 23 Agustus 2021 saham yang dimiliki diketahui hanya tersisa 0,53%.

Ajaib Borong Bank Artha Graha

Perusahaan teknologi finansial yang didirikan oleh Anderson Sumarli bersama dengan Yada Piyajomkwan asal Thailand ikut meramaikan pasar bank mini dan perbankan digital RI. Akusisi yang dilakukan Ajaib memang sejalan dengan visi perusahaan untuk meningkatkan angka inklusi keuangan masyarakat Indonesia, termasuk melalui investasi dengan akses terhadap instrumen investasi kepada investor retail yang dapat diakses secara online.

Ajaib mencaplok PT Bank Bumi Artha Tbk (BNBA) melalui transaksi yang dilakukan di pasar negosiasi dengan nilai mencapai Rp 746 miliar. Transaksi tersebut menjadikan PT Takjub Finansial Teknologi (Ajaib Reksa Dana) menggenggam 24% saham BNBA.

Ajaib Reksa Dana membeli saham tersebut dari pemegang saham lamanya, yakni PT Budiman Kencana Lestari menurun dari 18,18% menjadi 13,38%, PT Dana Graha Agung yang sebelumnya menggenggam 27,27% sisa 20,07%. Kemudian terakhir dari PT Surya Husada Investment yang sebelumnya kepemilikan mencapai 45,45% menjadi 32,45%.

Shopee Sulap Bank BKE Jadi Seabank

Awal tahun ini beredar isi bahwa e-commerce asal Singapura milik Sea Ltd dikabarkan sedang mencari bank mini untuk diubah menjadi bank digital yang dapat membantu layanan finansial grup dalam ekosistem Shopee.

Beberapa nama emiten bank mini pun ramai diisukan masuk dalam radar perusahaan yang didirikan Forrest Li ini. Beberapa bank yang santer diisukan akan diakuisisi termasuk PT Bank Capital Indonesia Tbk (BACA) dan PT Bank Bumi Arta Tbk (BNBA), yang mana direksi dari kedua bank tersebut menyampaikan tidak mengetahui mengenai kabar itu.

Nyatanya, Shopee pada bulan Februari tahun ini akhirnya memilih PT Bank Kesejahteraan Ekonomi (Bank BKE) untuk disulap menjadi bank digital dan secara resmi mengganti nama perusahaan menjadi PT Bank Seabank Indonesia (SeaBank).

Kabar pasar yang beredar saat itu menyebutkan, Sea Group mengambilalih saham Bank BKE pada awal tahun lalu dari perusahaan milik pengusaha nasional, Setiawan Ichlas yakni Danadipa. Situs Bank BKE mencatat, pemegang saham Bank BKE yakni PT Danadipa Artha Indonesia 94,95% dan PT Koin Investama Nusantara 5,05%.

Menurut situsnya, Bank BKE didirikan pada tahun 1992 dengan pemegang saham hampir 95% oleh Danadipa. Informasi publik mengenai pemegang saham terakhir (beneficial ownership) memang masih minim, tapi Danadipa Artha Indonesia memiliki satu direktur bernama Intan Apriadi yang juga menjabat sebagai komisaris di PT Lentera Dana Nusantara, menurut profil LinkedIn Apriadi.

Lentera Dana Nusantara adalah perusahaan fintech yang mengoperasikan ShopeePay Later. Jadi, Sea besar kemungkinan ada ketersambungan dengan Bank BKE melalui Danadipa Artha Indonesia.

Grup Emtek Beli Bank Fama

Grup Emtek melalui anak usahanya, PT Elang Media Visitama (EMV) telah mengungkapkan rencana akuisisi 93% saham PT Bank Fama International. EMV akan membeli sebanyak 9.089.503.800 lembar saham Bank Fama dengan nilai nominal Rp 100 per saham atau setara Rp 908,95 miliar.

Transaksi tersebut membuat penawaran saham perdana (IPO) Bank Fama dibatalkan. Bank Fama semula berniat melepas maksimal 24% saham dengan target dana yang dihimpun Rp 391 miliar hingga Rp 430,37 miliar yang seharusnya menjadikan nilai valuasi perusahaan mencapai Rp 1,63 triliun hingga Rp 1,79 triliun.

Saham Bank Fama yang akan dibeli EMV terdiri dari 4.428.701.427 saham yang dimiliki oleh Junus Jen Suherman, sebanyak 1.704.285.876 saham dimiliki Edi Susanto, 1.704.285.876 saham dimiliki Dewi Janti. Ada juga 1.252.230.621 saham dimiliki PT Surya Putra Mandiri Sejahtera.

Grup GoTo Dalam Lingkaran Bank Jago

PT Dompet Karya Anak Bangsa alias Gopay yang merupakan bagian dari Grup GoTo (Gojek-Tokopedia) diketahui merupakan salah satu pemegang saham utama perusahaan. Saat ini Grup GoTo menggenggam 21,40% saham di bank digital itu.

Meski begitu, PT Metamorfosis Ekosistem Indonesia (MEI) milik Jerry Ng dan Wealth Track Technology (WTT) punya Patrick Walujo tercatat sebagai pemegang saham pengendali dengan total kepemilikan saham 41,27%.

Co-CEO Gojek, Andre Soelistyo menyebutkan kolaborasi Gojek dengan Bank Jago dilakukan untuk menyediakan cara baru dalam menawarkan layanan keuangan kepada para pengguna Gojek. Melalui kolaborasi ini, menurutnya Gojek juga dapat mengembangkan model agar bisa bermitra dengan berbagai institusi perbankan lainnya.

Perusahaan mengatakan tujuan utama dari kolaborasi strategis ini adalah menyediakan layanan perbankan digital melalui platform Gojek.

TIM RISET CNBC INDONESIA 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular