Rupiah-IHSG Menguat, Tak Takut Normalisasi Kebijakan The Fed?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Senin, 13/12/2021 15:53 WIB
Foto: Reuters

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah mampu menguat cukup tajam 0,21% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.340/US$ pada perdagangan Senin (13/12). Padahal ada bank sentral AS (The Fed) yang akan mengumumkan kebijakan moneter di pekan ini.

Tidak sekedar pengumuman, tetapi The Fed diperkirakan akan mempercepat laju tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE), serta memberikan sinyal kenaikan suku bunga yang agresif di tahun depan.

Hal tersebut seharusnya membuat dolar AS perkasa, nyatanya tidak. Selain itu, bursa saham juga berisiko tertekan, tetapi IHSG justru mampu menguat 0,15% pada hari ini.


Apakah pergerakan tersebut menandakan pelaku pasar sudah siap melihat normalisasi kebijakan moneter The Fed yang lebih cepat?

Masih terlalu dini untuk menyatakan hal tersebut, sebab masih belum diketahui seberapa agresif The Fed akan menormalisasi kebijakannya.

Pasar saat ini memperkirakan The Fed akan meningkatkan tapering hingga menjadi US$ 30 miliar per bulan dari sebelumnya US$ 15 miliar, sehingga QE akan menjadi nol atau selesai dalam waktu 4 sampai 5 bulan.

Selain itu, berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pasar juga melihat suku bunga kemungkinan dinaikkan 2 hingga 3 kali di tahun depan.

Foto: CME Group

Pasar melihat ada probabilitas sebesar 43% The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin (0,25%) menjadi 0,25% - 0,5% pada Juni 2022.

Kemudian The Fed diperkirakan akan menaikkan suku bunga lagi pada bulan September dan Desember 2022, masing-masing sebesar 25 basis poin.

Selain untuk meredam inflasi, kenaikan suku bunga diperkirakan menimbulkan efek samping yang akan memberikan masalah bagi perekonomian AS. Triliuner Jeffrey Gundlach, yang dijuluki sang "raja obligasi", melihat inflasi di AS tidak akan ke bawah 4% di tahun depan.

Gundlach juga melihat inflasi tersebut bisa mencapai 7% dalam beberapa bulan ke depan.

"Kita kemungkinan akan melihat masalah di perekonomian hanya dengan beberapa kali kenaikan suku bunga The Fed - empat kali kenaikan atau lebih. Jika suku bunga berada di 1% atau 1,5%, maka hal tersebut akan merusak perekonomian," kata Gundlach, sebagaimana diwartakan Kitco, Rabu (8/12).

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Pasar Sudah Price In Kenaikan Suku Bunga di AS, Yield Tinggi Untungkan Indonesia


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: BI & The Fed Tahan Suku Bunga, IHSG Melemah Lebih Dari 1%

Pages