
Rupiah-IHSG Menguat, Tak Takut Normalisasi Kebijakan The Fed?

Melihat pergerakan indeks dolar AS yang melemah pada Jumat pekan lalu, pasar diperkirakan sudah price in atau menakar percepatan tapering hingga kenaikan suku bunga sebanyak 3 kali.
"Melihat data inflasi, banyak yang khawatir akan lebih tinggi lagi. Melihat bagaimana dolar AS bergerak, ada kelegaan inflasi tidak setinggi yang dibayangkan," kata Mazen Issa, ahli strategi mata uang senior di TD Securities sebagaimana dilansir Reuters, Jumat 10/12).
Jumat lalu, Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) di bulan November tumbuh 6,8% year-on-year (yoy) menjadi yang tertinggi sejak 1982.
Issa juga mengatakan pasar saat ini sudah price in atau menakar kenaikan suku bunga The Fed yang membuat dolar AS malah mengalami koreksi. Sebab inflasi tidak setinggi perkiraan dan The Fed kemungkinan tidak akan agresif dalam menaikkan suku bunga.
Selain itu ketika pasar sudah menakar terjadinya percepatan tapering dan kenaikan suku bunga, aliran modal di pasar obligasi Indonesia tidak lagi keluar dalam jumlah yang besar, bahkan kemungkinan terjadi inflow.
Hal ini terlihat dari pergerakan yield obligasi (Surat Berharga Negara/SNB) tenor yang turun 8,5 basis poin sepanjang pekan lalu.
Pergerakan obligasi berbanding terbalik dengan yield. Ketika harga obligasi naik maka yield akan turun, begitu juga sebaliknya. Saat harga naik, artinya ada aksi beli, dan kemungkinan ada capital inflow.
Selisih yield yang cukup lebar menjadi kunci capital inflow.
The Fed memang mungkin menaikkan suku bunga sebanyak 3 kali, tetapi kenaikan tersebut belum tentu membuat imbal hasil (yield) riil menjadi positif.
Yield obligasi AS (Treasury) tenor 10 tahun saat ini berada di kisaran 1,5%, sementara inflasi jauh lebih tinggi.
Sementara inflasi CPI di AS bulan November sebesar 6,8% yoy, artinya, imbal hasil riil, yakni selisih yield dengan inflasi, masih sangat negatif, sekitar -5,3%.
Sementara untuk Indonesia, dengan yield Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun di kisaran 6,3% dan inflasi di bulan November 1,75% (yoy), riil yield masih positif sekitar 4,5%.
Keunggulan riil yield tersebut bisa membuat aliran modal masuk ke pasar obligasi, dan membuat rupiah perkasa.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]