Tak Seperti Roller Coaster, Dolar Singapura Kini Nyungsep!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Senin, 13/12/2021 15:10 WIB
Foto: Ilustrasi dolar Singapura (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Singapura jeblok melawan rupiah pada perdagangan Senin (13/12) hingga kembali ke bawah Rp 10.500/US$. Tidak seperti pekan lalu yang bergerak naik turun tajam seperti roller coaster, dolar Singapura langsung nyungsep hari ini.

Pada pukul 13:43 WIB, SG$ 1 setara Rp 10.492,79, dolar Singapura merosot 0,4% di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Rupiah pada hari ini memang cukup perkasa jelang pengumuman kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS) atau yang dikenal dengan Federal Reserve (The Fed). Meski pengumuman dilakukan The Fed, tetapi efeknya tidak hanya rupiah melawan dolar AS, tetapi juga rupiah melawan dolar Singapura.


Sebabnya, kebijakan The Fed bisa memicu capital outflow/inflow yang berpengaruh terhadap kekuatan rupiah.

The Fed diperkirakan akan mengumumkan mempercepat laju tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) pada pada Kamis (16/12) dini hari waktu Indonesia. Tetapi pasar dikatakan sudah price in akan pengumuman tersebut, bahkan dengan kemungkinan The Fed agresif menaikkan suku bunga di tahun depan.

Ketika pasar sudah menakar terjadinya percepatan tapering dan kenaikan suku bunga, aliran modal tidak lagi keluar dalam jumlah yang besar, bahkan kemungkinan terjadi inflow.

Hal ini terlihat dari pergerakan yield obligasi (Surat Berharga Negara/SNB) tenor yang turun 8,5 basis poin sepanjang pekan lalu.

Pergerakan obligasi berbanding terbalik dengan yield. Ketika harga obligasi naik maka yield akan turun, begitu juga sebaliknya. Saat harga naik, artinya ada aksi beli, dan kemungkinan ada capital inflow.

Selisih yield yang cukup lebar menjadi kunci capital inflow.

The Fed memang mungkin menaikkan suku bunga sebanyak 3 kali, tetapi kenaikan tersebut belum tentu membuat imbal hasil (yield) riil menjadi positif.

Yield obligasi AS (Treasury) tenor 10 tahun saat ini berada di kisaran 1,5%, sementara inflasi jauh lebih tinggi.

Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) di AS bulan November sebesar 6,8% year-on-year (yoy), menjadi kenaikan terbesar sejak Desember 1982. 

Artinya, imbal hasil riil, yakni selisih yield dengan inflasi, masih sangat negatif, sekitar -5,3%.

Sementara untuk Indonesia, dengan yield Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun di kisaran 6,3% dan inflasi di bulan November 1,75% (yoy), riil yield masih positif sekitar 4,5%.

Kemudian yield obligasi Singapura tenor 10 tahun di kisaran 1,6% dengan inflasi 3,2% (yoy) artinya, riil yield negatif 1,6%.

Keunggulan riil yield tersebut bisa membuat aliran modal masuk ke pasar obligasi, dan membuat rupiah perkasa.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: IHSG Menguat, Pasar Modal RI Masih Jadi Pilihan Investor