Wall St. Rekor Saat Inflasi "Super Hot", Kabar Baik Bagi IHSG

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Senin, 13/12/2021 07:06 WIB
Foto: ist

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sukses menguat 1,75% sepanjang pekan lalu ke 6.652,922, setelah sebelumnya melemah dalam dua minggu beruntun.

Di awal pekan ini, Senin (13/12) IHSG berpeluang kembali menguat melihat bursa saham Amerika Serikat (AS) yang menguat pada perdagangan Jumat pekan lalu. Indeks S&P 500 bahkan mencatat rekor penutupan tertinggi sepanjang masa.

Wall Street masih mampu menguat meski inflasi di Amerika Serikat terus menanjak. Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) di bulan November tumbuh 6,8% year-on-year (yoy) menjadi yang tertinggi sejak 1982.


Tetapi, banyak pelaku pasar yang melihat inflasi di AS bisa lebih tinggi lagi. Triliuner Jeffrey Gundlach, yang dijuluki sang "raja obligasi" misalnya, memprdiksi inflasi di AS segera mencapai 7%.

"Inflasi di bulan November sebenarnya menjadi kabar bagus, sebab banyak analis melihat bisa lebih tinggi lagi," kata Ryan Detrick, kepala strategi pasar di LPL Financial, sebagaimana dilansir CNBC International, Jumat (10/12).

Secara teknikal, IHSG Jumat lalu sukses menembus resisten di 6.630, target selanjutnya kini di 6.670. IHSG berpeluang ke level psikologis 6.700 jika level tersebut juga dilewati.
Meski kemarin menguat, IHSG masih berfluktuasi dan tekanan masih ada dari duet pola Doji dan Shooting star. IHSG pun jeblok sejak Jumat (26/11).

Pola Doji di bentuk pada awal Senin (22/11) yang memberikan sinyal netral. Artinya, pelaku pasar masih ragu-ragu menentukan arah, apakah lanjut naik atau balik turun.

Grafik: IHSG Harian
Foto: Refinitiv


Kemudian pada Kamis (25/11), IHSG yang gagal mempertahankan penguatan tajam membentuk pola Shooting Star. Pola ini merupakan sinyal reversal atau berbalik arahnya harga suatu aset.

Penurunan IHSG selalu tertahan rerata pergerakan 50 hari (moving average 50/MA 50), sebelum akhirnya rebound.

MA 50 kini berada di kisaran 6.580 yang menjadi support kuat jika IHSG kembali terkoreksi dan menembus ke bawah 6.630 dan level psikologis 6.600.

Grafik: IHSG 1 Jam
Foto: Refinitiv 

Risiko terjadinya koreksi terlihat dari grafik 1 jam dimana indikator Stochastic berada di wilayah jenuh jual (oversold).

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Saham Prajogo Pangestu Terbang, IHSG Awal Pekan Menguat