Ada The Fed Pekan ini, Semoga Rupiah Tetap Tegar!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Senin, 13/12/2021 07:12 WIB
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sukses menguat 0,17% melawan dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang pekan lalu ke Rp 14.370/US$. Penguatan mingguan tersebut menjadi yang pertama setelah tidak pernah menguat dalam 3 pekan beruntun.

Sentimen pelaku pasar yang membaik mampu mendongkrak kinerja rupiah.

Rupiah sebagai mata uang emerging market dengan imbal hasil tinggi sangat sensitif dengan sentimen pelaku pasar global.


Ketika sentimen membaik, rupiah cenderung menguat, begitu juga sebaliknya.

Di pekan ini, rupiah berpeluang melanjutkan penguatan melihat indeks dolar AS yang melemah 0,18% pada perdagangan Jumat pekan lalu, dan turun tipis 0,02% dalam sepekan. Padahal, inflasi di Amerika Serikat melesat ke level tertinggi dalam nyaris 4 dekade terakhir.

Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) di bulan November tumbuh 6,8% year-on-year (yoy) menjadi yang tertinggi sejak 1982. Inflasi yang tinggi akan mendorong bank sentral AS (The Fed) untuk segera menormalisasi kebijakan moneternya.

Hal tersebut seharusnya membuat dolar AS menguat, tetapi nyatanya indeks dolar AS malah melemah Jumat lalu.

"Melihat data inflasi, banyak yang khawatir akan lebih tinggi lagi. Melihat bagaimana dolar AS bergerak, ada kelegaan inflasi tidak setinggi yang dibayangkan," kata Mazen Issa, ahli strategi mata uang senior di TD Securities sebagaimana dilansir Reuters, Jumat 10/12).

Issa juga mengatakan pasar saat ini sudah price in atau menakar kenaikan suku bunga The Fed yang membuat dolar AS malah mengalami koreksi. Sebab inflasi tidak setinggi perkiraan dan The Fed kemungkinan tidak akan agresif dalam menaikkan suku bunga.

Meski demikian, pelaku pasar akan menanti sinyal lebih lanjut terkait seberapa agresif The Fed akan menaikkan suku bunga pada pengumuman kebijakan moneter Kamis (16/12) dini hari waktu Indonesia.

Secara teknikal, rupiah meski menguat sepanjang pekan lalu tetapi masih tertahan di atas rerata pergerakan 200 hari (Moving Average 200/ MA 200). Artinya tekanan masih cukup besar, apalagi rupiah juga bergerak di atas MA 100 dan MA 50.

Tekanan bagi rupiah juga datang setelah membentuk pola Inverse Head and Shoulders yang menjadi sinyal kenaikan suatu aset. Dalam hal ini USD/IDR bergerak naik yang artinya rupiah mengalami pelemahan.

Puncak bawah Inverse Head and Shoulders berada di Rp 14.020/US$ sementara Neckline berada di kisaran Rp 14.330/US$. Artinya ada jarak sebesar 290 poin.

Grafik: Rupiah (USD/IDR) Harian 
Foto: Refinitiv

Ketika Neckline ditembus (break out), maka rupiah berisiko melemah sebesar jarak tersebut. Artinya, selama rupiah tertahan di atas Rp 14.330/US$, ada risiko melemah 290 poin ke Rp 14.620/US$.

Rupiah bisa lepas dari pola ini dan berbalik menguat di Desember jika mampu kembali ke bawah Rp 14.320/US$, dan bertahan di bawahnya.

Sebelum mencapai level tersebut, rupiah harus melewati MA 200 terlebih dahulu yang berada di kisaran Rp 14.345/US$.

Peluang penguatan rupiah terbuka cukup lebar melihat indikator Stochastic yang sudah mulai turun dari wilayah jenuh beli (oversold).

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

Ketika USD/IDR mencapai overbought, maka kemungkinan akan berbalik turun.

Jika mampu menembus Rp 14.320/US$, rupiah berpeluang menguat ke 14.285/US$ hingga Rp 14.240/US$ di pekan ini.

Sementara itu resisten terdekat berada di kisaran Rp 14.400/US$, jika dilewati rupiah berisiko melemah ke Rp 14.450/US$ sebelum menuju Rp 14.500/US$.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: BI & The Fed Tahan Suku Bunga, IHSG Melemah Lebih Dari 1%