
'Hantu' Inflasi Lepas dari Kekangan, Aset Ini Masih Moncer?

Salah satu aset tradisional yang sudah lama digunakan untuk lindung nilai dari inflasi adalah emas. Saat suatu mata uang mengalami devaluasi, misalnya, maka emas cenderung menunjukkan kinerja yang baik.
Mari kita tengok ke belakang sejenak.
Menurut catatan Tim Riset CNBC Indonesia sebelumnya, saat krisis minyak mentah tahun 1973 dan 1974, harga emas mencatat kenaikan masing 72% dan 66%. Kemudian saat inflasi tinggi melanda Amerika Serikat (AS) pada 1978 hingga akhirnya mengalami resesi di 1980 harga emas melesat nyaris 180%.
Di era millennium, krisis finansial global yang melanda di tahun 2007 dan 2008 harga emas mencatat kenaikan 36%, bahkan terus menanjak hingga tahun 2012, dan mencatat rekor tertinggi sepanjang masa setahun sebelumnya.
Emas Bakal Sentuh US$ 2.000/ounce Tahun Depan?
Nah, di tengah monster inflasi AS 'keluar dari kandangnya', Christopher Ecclestone, Principal and Mining Strategist di Hallgarten & Co meramal, kebijakan moneter ketat ala The Fed tidak akan serta merta menurunkan harga emas.
"Hanya ada satu alasan mengapa harga emas akan turun, dan itu adalah jika bank sentral menekan inflasi, dan itulah yang telah mereka lakukan sejauh ini," Ecclestone menjelaskan kepada Kitco.
"Namun seperti yang kita lihat inflasi terus meningkat, terutama di AS dan Inggris, itu menjadi tidak terkendali. Hanya suku bunga yang lebih tinggi yang akan menjaga inflasi tetap rendah."
Dalam hal inflasi dan dampak ekonominya, Ecclestone menyatakan bahwa investor yang memiliki keyakinan bahwa The Fed akan mampu mengendalikan inflasi adalah keliru.
Ecclestone mencatat bahwa sebagian besar investor menggunakan emas sebagai alat menabung.
"Secara tradisional, emas telah menjadi lindung nilai terhadap inflasi. Ada pandangan keliru bahwa suku bunga yang lebih tinggi akan berdampak pada harga emas karena diduga orang meminjam uang untuk membeli emas yang benar-benar konstruksi palsu," katanya.
Selama tahun depan, Ecclestone memprediksi emas mencapai US$ 2.000 per ounce dan kemudian naik menuju level US$ 3.000 dalam empat tahun ke depan.
Setali tiga uang, bank investasi top asal Prancis, Societe Generale (SocGen) juga memprediksi harga emas akan terbang dalam tiga hingga enam bulan ke depan.
SocGen memprediksi harga emas di semester I-2022 akan mencapai US$ 1.900/troy ons atau naik sekitar 7% dari level penutupan kemarin. Pada bulan lalu, SocGen juga menyatakan emas bisa mencapai US$ 1.945 di kuartal I-2022. Artinya, ada potensi kenaikan nyaris 10% dalam tiga bulan ke depan
SocGen menegaskan meski harga emas tertekan di 2021, tetapi masih optimistis akan kenaikan harga emas akibat suku bunga rill yang rendah.
Dorongan dari 'Raja Obligasi'
Investor emas juga patut optimistis, sebab triliuner Jeffrey Gundlach, yang dijuluki sang "raja obligasi", melihat inflasi di AS tidak akan ke bawah 4% di tahun depan. Gundlach juga melihat inflasi tersebut bisa mencapai 7% dalam beberapa bulan ke depan.
The Fed yang diperkirakan akan menaikkan suku bunga secara agresif di tahun depan guna meredam inflasi tersebut menurut Gundlach malah akan menimbulkan masalah bagi perekonomian.
"Kita kemungkinan akan melihat masalah di perekonomian hanya dengan beberapa kali kenaikan suku bunga The Fed - empat kali kenaikan atau lebih. Jika suku bunga berada di 1% atau 1,5%, maka hal tersebut akan merusak perekonomian," kata Gundlach, sebagaimana diwartakan Kitco, Rabu (8/12).
Selain itu, ia juga memperkirakan dolar AS akan jeblok di tahun depan akibat dobel defisit yang dialami Amerika Serikat. Dolar AS yang cukup kuat di tahun ini menjadi salah satu yang meredam kenaikan harga emas.
"Dolar AS meredam kenaikan emas. Saya pikir ketika dolar AS turun maka emas akan kembali naik," tambahnya.
Inflasi tinggi, masalah di perekonomian, serta dolar AS yang diprediksi akan merosot menjadi bahan bakar bagi emas untuk kembali meroket. Gundlach sendiri masih mempertahankan investasi emasnya untuk jangka panjang. Terakhir kali ia membeli emas pada September 2018 di harga US$ 1.180/troy ons.
Melansir data Refinitiv, pekan ini pergerakan emas relatif flat. Dalam sepekan harga logam mulia ini terapresiasi tipis 0,35%, dengan harga pada Jumat (10/12) kemarin naik 0,45% menjadi US$ 1,782.51 per ons.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(adf/adf)[Gambas:Video CNBC]