China Mulai Reda Pak Jokowi, AS Kayaknya Masih Bakal Ganggu

Lidya Julita Sembiring, CNBC Indonesia
09 December 2021 16:55
FILE - Xi Jinping, China's president and Communist Party chief, left, eats a Hawaiian macadamia chocolate gifted by Governor of Hawaii, Neil Abercrombie, not seen, during a governors meeting held inside the Walt Disney Concert Hall as Vice President Joe Biden, right, looks on in Los Angeles., Feb. 17, 2012. As President Joe Biden and Xi Jinping prepare to hold their first summit on Monday, Nov. 15, the increasingly fractured U.S.-China relationship has demonstrated that the ability to connect on a personal level has its limits. Biden nonetheless believes there is value in a face-to-face meeting, even a virtual one like the two leaders will hold Monday evening. (AP Photo/Damian Dovarganes, File)
Foto: Presiden China Xi Jinping dan Presiden AS Joe Biden (AP/Damian Dovarganes)

Bali, CNBC Indonesia - Situasi perekonomian China mulai mereda, sehingga tidak lagi menjadi ancaman serius bagi Indonesia. Akan tetapi pemerintah tidak bisa juga santai, sebab kondisi di Amerika Serikat (AS) masih mengancam, bahkan lebih berat.

"Prospek ekonomi China bisa kembali menjanjikan, sehingga itu berimplikasi pada perekonomian Indonesia, terutama melalui transmisi ekspor maupun FDI (Foreign Direct Investment)," kata Ekonom Maybank Myrdal Gunarto kepada CNBC Indonesia, Kamis (9/12/2021)

Indonesia dan China merupakan mitra dalam sisi perdagangan dan investasi. Sehingga gejolak yang terjadi di salah satu negara akan berdampak negatif terhadap negara lainnya. Seperti China yang sebelumnya diramal akan alami stagflasi.

Stagflasi adalah dimana kondisi ekonomi melambat tapi inflasi tinggi. Sehingga dianggap menjadi 'mimpi buruk' bagi china, karena pelaku ekonomi harus membayar mahal demi pertumbuhan ekonomi yang biasa saja.

"Kalau ekonomi menunjukkan progres pemulihan yang baik, maka permintaan konsumsi global juga akan meningkat, sehingga ancaman stagflasi China kemungkinan tipis terjadinya," jelasnya.

Hal yang patut diperhatikan secara serius ke depannya adalah varian baru covid-19 omicron. Varian ini sudah ada di banyak negara, termasuk tetangga Indonesia sendiri. Meskipun beberapa pihak menyampaikan omicron tidak seganas varian delta, akan tetapi pemerintah patut waspada.

Selanjutnya, kata Myrdal adalah kondisi AS yang alami lonjakan inflasi. Sehingga diperkirakan tapering dimulai lebih cepat, begitu juga dengan kenaikan suku bunga acuan oleh bank sentral AS Federal Reserve (the Fed).

"Kebijakan the Fed yang lebih ketat jika tekanan inflasi global terus berlanjut. Ini bisa berpengaruh pada pasar keuangan maupun perbankan domestik jika biaya utang global terus meningkat," ujarnya.


(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Lumayan Bikin Lega Nih, China Tak Lagi Jadi Ancaman RI!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular