Dolar AS Mendelep! Rupiah Tembus Rp 14.300/US$
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah kembali menguat tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada awal perdagangan Kamis (9/12) setelah membukukan penguatan dua hari beruntun. Membaiknya sentimen pelaku pasar membuat rupiah diuntungkan, sebaliknya dolar AS justru mengalami tekanan.
Begitu perdagangan dibuka, rupiah langsung melesat 0,38% ke Rp 14.300/US$ di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Rupiah sebagai mata uang emerging market dengan imbal hasil tinggi sangat sensitif dengan sentimen pelaku pasar global.
Ketika sentimen membaik, rupiah cenderung menguat, begitu juga sebaliknya.
Membaiknya sentimen pelaku pasar merespon kabar virus corona Omicron hanya menimbulkan gejala ringan dan tidak ada lonjakan tingkat keterisian rumah sakit menjadi pemicu penguatan rupiah.
Kabar baik lainnya perusahaan farmasi Pfizer dan BioNTech mengatakan berdasarkan dara awal penelitian di lab, tiga dosis vaksin buatan mereka mampu meredam Omicron secara efektif.
"(Vaksin) masih efektif dalam mencegah Covid-19, juga terhadap Omicron, jika telah diberikan tiga kali. Varian Omicron mungkin tidak cukup dinetralisir setelah dua dosis," kata kedua perusahaan dalam sebuah pernyataan, Rabu (8/12/2021), dikutip dari AFP.
Menurut hasil penelitian, dosis ketiga memberikan tingkat antibodi penetralisir yang serupa terhadap Omicron, sebagaimana diamati saat pemberian dua dosis untuk varian lainnya.
Pfizer dan BioNTech juga mengatakan bahwa vaksin versi khusus Omicron, yang saat ini sedang dikembangkan oleh BioNTech, akan tersedia pada Maret 2022.
Kabar tersebut membuat pelaku pasar kembali masuk ke aset-aset berisiko yang memberikan imbal hasil tinggi, dan dolar AS yang merupakan aset aman (safe haven) menjadi kurang menarik. Alhasil, indeks dolar AS mendelep pada perdagangan Rabu setelah menguat 2 hari beruntun.
Selain itu, dolar AS juga menanti kepastian percepatan laju tapering bank sentral AS (The Fed) pada pekan depan.
Tingginya inflasi serta perekonomian yang kuat membuat The Fed mempertimbangkan untuk mempercepat tapering atau nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) yang saat ini senilai US$ 15 miliar setiap bulan.
Nilai QE bank sentral paling powerful di dunia ini sebesar US$ 120 miliar, dan tapering sudah mulai dilakukan pada November lalu. Artinya, hingga QE menjadi nol diperlukan waktu selama 8 bulan.
The Fed diperkirakan akan meningkatkan tapering hingga menjadi US$ 30 miliar per bulan, sehingga QE akan menjadi nol dalam waktu 4 sampai 5 bulan. Selain itu, The Fed juga diprediksi akan memberikan indikasi agresif menaikkan suku bunga di tahun depan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)