
Gas Terus! Rupiah Menguat Lagi & Jadi Terbaik Ketiga di Asia

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sukses membukukan penguatan 2 hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (8/12). Penguatan tersebut menegaskan rupiah mulai lepas dari kinerja buruk tidak pernah menguat dalam 12 hari perdagangan beruntun.
Rupiah langsung menguat 0,24% ke Rp 14.340/US$ begitu perdagangan pasar spot dibuka, melansir data Refinitiv. Apresiasi rupiah kemudian bertambah menjadi 0,31% ke Rp 14.330/US$ yang menjadi level terkuat hari ini. Setelahnya rupiah mengendur dan mengakhiri perdagangan di Rp 14.355/US$, menguat 0,14% di pasar spot.
Kemarin rupiah mampu mencatat penguatan 0,42% dan menjadi mata uang dengan kinerja terbaik kedua di Asia. Sementara pada hari ini, rupiah berada di urutan ketiga. Hingga pukul 15:05 WIB, baht Thailand menjadi yang terbaik dengan penguatan sebesar 0,42% disusul yuan China sebesar 0,17%. Rupiah berada di urutan ketiga, penguatannya sama besar dengan yen Jepang.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.
![]() |
Membaiknya sentimen pelaku pasar menjadi penopang penguatan rupiah dalam 2 hari terakhir. Rupiah sebagai mata uang emerging market dengan imbal hasil tinggi sangat sensitif dengan sentimen pelaku pasar global.
Ketika sentimen membaik, rupiah cenderung menguat, begitu juga sebaliknya.
Membaiknya sentimen pelaku pasar terjadi sebab virus corona Omicron hanya akan menimbulkan gejala ringan, tidak separah varian lainnya. Alhasil, bursa saham global melesat sejak kemarin, yang menjadi indikasi sentimen pelaku pasar membaik.
"Meski masih banyak ketidakpastian akan dampak yang ditimbulkan Omicron ke kesehatan dan perekonomian, tetapi investor menyambut baik kabar dari Afrika Selatan di mana lonjakan kasus infeksi Omicron tidak diikuti dengan kenaikan tingkat keterisian rumah sakit yang sigfinikan," kata Rodrigo Catril, ahli stretegi di National Australia Bank (NAB), sebagaimana dilansir CNBC International, Selasa (7/12).
CNBC International juga mewartakan hasil observasi di Afrika Selatan menunjukkan infeksi Omicron menunjukkan gejala yang lebih ringan dibandingkan dengan varian lainnya. Hal yang sama juga diutarakan pakar penyakit menular terkemuka Amerika Serikat (AS) dr. Anthony Fauci menyebut indikasi awal kasus infeksi akibat varian baru virus corona B.1.1.529 atau Omicron tidak lebih berbahaya dari varian lain.
"Meskipun terlalu dini untuk benar-benar membuat pernyataan pasti tentang hal itu, sejauh ini sepertinya tidak ada tingkat keparahan yang besar," kata Fauci, dikutip dari Al Jazeera.
"Sejauh ini, sinyalnya sedikit menggembirakan. Tapi kami benar-benar harus berhati-hati sebelum kami membuat keputusan apapun bahwa itu tidak terlalu parah, atau itu benar-benar tidak menyebabkan penyakit parah, seperti Delta" tambahnya.
Di sisi lain, dolar AS juga diperkirakan tidak akan menguat lebih jauh lagi. Sebab pelaku pasar kini juga mengantisipasi percepatan tapering bank sentral AS (The Fed) dan kemungkinan kenaikan suku bunga 2 kali di tahun depan.
"Meski pernyataan Powell terbilang hawkish dan memicu spekulasi kenaikan suku bunga sebanyak 2 kali di tahun depan, tetapi pasar sudah mengantisipasi hal tersebut," kata Jane Foley, kepala strategi mata uang di Rabobank London sebagaimana dilansir Reuters Sabtu (4/12).
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Data Dari Dalam Negeri Mendukung Penguatan Rupiah
