Rupiah Mulai "Galak" Lagi Lawan Dolar Singapura di Pekan ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah kembali menguat melawan dolar Singapura pada perdagangan Rabu (8/12) melanjutkan kinerja positif Selasa kemarin. Sebelumnya pada pekan lalu, rupiah terus mengalami tekanan akibat memburuknya sentimen pelaku pasar karena penyebaran virus corona varian Omicron.
Melansir data Refinitiv, dolar Singapura siang ini melemah 0,26% ke Rp 10.492,79/SG$ di pasar spot. Sementara kemarin, mata uang Negeri Merlion ini turun 0,21%.
Rupiah akhirnya kembali perkasa di pekan ini berkat sentimen pelaku pasar yang membaik setelah CNBC International mewartakan hasil observasi di Afrika Selatan menunjukkan infeksi Omicron menunjukkan gejala yang lebih ringan dibandingkan dengan varian lainnya.
Rupiah sebagai mata uang emerging market dengan imbal hasil tinggi sangat sensitif dengan sentimen pelaku pasar global.
Ketika sentimen membaik, rupiah cenderung menguat, begitu juga sebaliknya.
Selain itu dari dalam negeri, data ekonomi yang dirilis oleh Bank Indonesia (BI) sejak kemarin juga mendongkrak kinerja rupiah.
Pagi tadi, BI mengumumkan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) periode November 2021 sebesar 118,5. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 113,4.
IKK menggunakan angka 100 sebagai titik mula. Kalau di atas 100, maka artinya konsumen percaya diri menghadapi situasi ekonomi.
Rilis dari BI tersebut menunjukkan konsumen Indonesia kian percaya diri melihat kondisi ekonomi saat ini hingga enam bulan ke depan. Optimisme itu tergambar dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK).
"IKK meningkat pada seluruh kategori pengeluaran dan kelompok usia responden. Secara spasial, IKK meningkat di sebagian besar kota yang disurvei, tertinggi di Pontianak, diikuti oleh Palembang dan Mataram," sebut keterangan resmi BI.
Sementara Selasa kemarin BI melaporkan peningkatan cadangan devisa pada akhir November sebesar US$ 145,9 miliar, naik US$ 400 juta dari bulan sebelumnya US$ 145,5 miliar. Cadangan devisa tersebut tidak jauh dibandingkan rekor tertinggi sepanjang masa tercatat sebesar US$ 146,9 yang tercatat pada September lalu.
"Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 8,3 bulan impor atau 8,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," tulis BI dalam keterangan resmi hari ini.
Dengan cadangan devisa yang tinggi dan kembali mengalami peningkatan, BI memiliki lebih banyak amunisi menghadapi kemungkinan terjadinya gejolak di pasar finansial yang bisa membuat rupiah tertekan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)