Sedih & Mengecewakan, Beginilah Gambaran Saham Teknologi

Feri Sandria, CNBC Indonesia
08 December 2021 15:05
Paytm
Foto: REUTERS/Rupak De Chowdhuri

Jakarta, CNBC Indonesia - Investor dalam negeri dibuat geleng-geleng kepala melihat kinerja saham emiten e-commerce bekas start up unicorn raksasa, Bukalapak, yang terjun bebas di pasar modal. Sejak awal melantai perusahaan yang kini dikendalikan Grup Emtek ini telah kehilangan lebih dari 50% kapitalisasi pasarnya.

Meski demikian, kekecewaan ini sebenarnya tidak hanya eksklusif dialami oleh investor Indonesia yang memang sudah lama menanti perusahaan start up untuk diperdagangkan publik, tetapi juga oleh investor global lain. Hal ini dikarenakan banyaknya IPO perusahaan rintisan teknologi yang gagal menarik perhatian investor sehingga kinerja sahamnya melempem.

Dari pasar modal India misalnya, One97 Communications, induk dari perusahaan fintech raksasa Paytm, pada penutupan perdagangan kemarin harga sahamnya telah terkoreksi hingga 26% dari harga awal penawaran. Bahkan di hari kedua perdagangan saham ini sempat ambles 37% dari harga IPO.

Kinerja saham Paytm di hari pertama perdagangan adalah yang terburuk secara global untuk IPO lebih besar US$ 1 miliar sejak IPO SmileDirectClub di NASDAQ September 2019 lalu, menurut data dari Dealogic.

Perusahaan pembayaran seluler dan layanan keuangan Internet itu baru go public pertengahan bulan lalu, setelah berhasil menjual saham setara dengan US$ 2,46 miliar (Rp 35,17 triliun) dalam IPO terbesar di India. Angka tersebut lebih besar dari raihan Bukalapak (Rp 21,9 triliun), yang juga merupakan IPO terbesar di bursa saham domestik.

Beberapa IPO mengecewakan dari raksasa teknologi Asia lainnya termasuk saham perusahaan superapp asal Singapura, Grab, ride hailing raksasan China, Didi,  hingga e-commerce asal Kore Selatan, Coupang. Keempat perusahaan tersebut  mulai diperdagangkan oleh publik tahun ini di Wall Street, dan semuanya masih mencatatkan kinerja saham negatif.

Kinerja mengecewakan IPO saham teknologi raksasa AsiaFoto: Google Finance
Kinerja mengecewakan IPO saham teknologi raksasa Asia

Kinerja terburuk terjadi di saham Didi. Pengumuman untuk segera hengkang dari bursa saham AS, kurang dari enam bulan sejak diperdagangkan, merupakan bahan bakar utama melempemnya saham ini. Perusahaan mengatakan telah mendapatkan persetujuan direksi dan komisaris, tinggal menunggu lampu hijau dari pemegang saham.

Selanjutnya ada saham perusahaan yang layanannya tersebar di seluruh Indonesia, Grab Holding, yang di hari pertama perdagangan menggunakan nama resminya, sahamnya jatuh nyaris 21%. Saat ini saham Grab masih terkoreksi 19,62% sejak penutupan perdagangan Senin (1/12), terakhir kali perusahaan menggunakan nama Altimeter, perusahaan SPAC tempat Grab bergabung. Grab tercatat memegang rekor sebagai merger SPAC terbesar saat ini.

Terakhir ada Raksasa e-Commerce Korea Selatan, Coupang LLC, yang juga merupakan salah satu dari deretan IPO mengecewakan tahun ini. Setelah berhasil mengumpulkan US$ 4,6 miliar (Rp65,9 triliun) dalam penawaran saham perdana di AS, secara perlahan sahamnya ikut terkoreksi. Kini kapitalisasi pasar perusahaan nyaris berkurang setengah sejak IPO.

Tahun ini bull market untuk IPO teknologi telah berputar arah menjadi bear market. Hal ini terlihat dari kinerja saham beberapa perusahaan rintisan yang digadang-gadang akan menjadi pesaing kompetitif baru di pasar modal.

Penurunan baru-baru ini dalam saham teknologi yang sering diidentifikasi sebagai bisnis bernilai tinggi, pertumbuhan tinggi, dan merugi telah menyebabkan aksi jual besar-besaran pada tahun 2021. CNBC Internasional dalam salah satu risetnya mengidentifikasi 55 perusahaan teknologi yang memulai debutnya di AS tahun ini melalui IPO, SPAC atau direct listing. Hanya satu dari mereka - GlobalFoundries - dengan harga sahamnya tidak jeblok lebih dari 20% dari harga tertingginya.

Itu berarti sisanya berada di wilayah bear market, biasanya didefinisikan sebagai penurunan 20% atau lebih dari harga puncaknya. Sepuluh dari perusahaan tersebut telah turun setidaknya sebanyak itu hanya dalam beberapa minggu terakhir.

Lebih buruk lagi, 23 dari perusahaan tersebut telah kehilangan setengah atau lebih nilainya sejak mencapai puncaknya, termasuk Robinhood, yang anjlok 74% dari puncaknya pada awal Agustus, dan LegalZoom, yang anjlok 58% sejak mencapai puncaknya pada Juli. Sebagai catatan, semua harga adalah harga pada penutupan perdagangan Senin (6/12).

Pergerakan saham teknologi yang IPO 2021 dari harga tertinggi pada penutupan perdagangan SeninFoto: CNBC
Pergerakan saham teknologi yang IPO 2021 dari harga tertinggi pada penutupan perdagangan Senin

Investor yang memilih beragam penawaran dengan harapan membangun portofolio yang terdiversifikasi belum menemukan tempat berlindung yang aman. Renaissance IPO ETF, yang melacak pergerakan saham perusahaan yang go public dalam beberapa tahun terakhir, telah turun 18% selama tiga minggu terakhir dan turun 26% dari rekornya di bulan Februari. Kepemilikan utama indeks adalah Moderna, Uber, Snowflake, dan Zoom.

Di seluruh sektor teknologi, kenaikan inflasi dan ancaman suku bunga yang lebih tinggi memukul perusahaan yang akan membutuhkan tambahan modal dari luar untuk mensubsidi pertumbuhan.


(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Nah Loh! Startup Mau IPO di Wall Street Bakal Lebih Sulit

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular