Hentikan Rekor Buruk Sekaligus Juara 2 Asia, Rupiah is Back!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
07 December 2021 15:25
Uang Edisi Khusus Kemerdekaan RI ke 75 (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)
Foto: Uang Edisi Khusus Kemerdekaan RI ke 75 (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah akhirnya mencatat penguatan melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (7/12). Sebelumnya, Mata Uang Garuda tidak pernah menguat dalam 12 hari perdagangan, rinciannya 10 kali melemah dan 2 kali stagnan.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,24% ke Rp 14.400/US$. Penguatan rupiah kemudian terpangkas hingga tersisa 0,04% saja di Rp 14.430/US$. Tetapi satu jam sebelum perdagangan berakhir rupiah kembali berakselerasi, menguat hinga 0,42% ke Rp 14.375/US$.

Hingga penutupan perdagangan rupiah masih bertahan di level tersebut.

Tidak sekedar menguat, rupiah juga menjadi mata uang dengan kinerja terbaik kedua di Asia. Hingga pukul 15:07 WIB, rupiah hanya kalah dari baht Thailand yang menguat 0,44%.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.

idr

Membaiknya sentimen pelaku pasar setelah virus corona varian Omicron dikatakan tidak lebih berbahaya daripada varian lainnya membuat rupiah dan beberapa mata uang Asia lainnya perkasa.

Pakar penyakit menular terkemuka Amerika Serikat (AS) dr. Anthony Fauci menyebut indikasi awal kasus infeksi akibat varian baru virus corona B.1.1.529 atau Omicron tidak lebih berbahaya dari varian lain.

"Meskipun terlalu dini untuk benar-benar membuat pernyataan pasti tentang hal itu, sejauh ini sepertinya tidak ada tingkat keparahan yang besar," kata Fauci, dikutip dari Al Jazeera.

"Sejauh ini, sinyalnya sedikit menggembirakan. Tapi kami benar-benar harus berhati-hati sebelum kami membuat keputusan apapun bahwa itu tidak terlalu parah, atau itu benar-benar tidak menyebabkan penyakit parah, seperti Delta" tambahnya.

Dengan sentimen pelaku pasar yang membaik, rupiah yang merupakan aset negara emerging market yang memberikan imbal hasil tinggi akan diuntungkan. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI), Hariyadi Ramelan.

"Banyak faktornya (yang membuat rupiah menguat), tapi yang penting adakah fakta bahwa tingkat risiko virus omicron ternyata lebih rendah dari varian delta jadi pasar juga relieved sehingga pasar Amerika dan Asia rebound," ungkap Hariyadi kepada CNBC Indonesia, Selasa (7/12/2021).

Selain itu sentimen positif datang dari Bank Indonesia yang melaporkan peningkatan cadangan devisa pada akhir November sebesar US$ 145,9 miliar, naik US$ 400 juta dari bulan sebelumnya US$ 145,5 miliar. Sementara rekor tertinggi sepanjang masa tercatat sebesar US$ 146,9 yang tercatat pada September lalu.

"Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 8,3 bulan impor atau 8,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," tulis BI dalam keterangan resmi hari ini.

Dengan cadangan devisa yang tinggi dan kembali mengalami peningkatan, BI memiliki lebih banyak amunisi menghadapi kemungkinan terjadinya gejolak di pasar finansial yang bisa membuat rupiah tertekan.

Di sisi lain, Jane Foley, kepala strategi mata uang di Rabobank London mengatakan dolar AS sulit untuk menguat lebih jauh, sebab pasar sudah mengantisipasi percepatan tapering termasuk kenaikan suku bunga 2 kali di tahun depan.

"Meski pernyataan Powell terbilang hawkish dan memicu spekulasi kenaikan suku bunga sebanyak 2 kali di tahun depan, tetapi pasar sudah mengantisipasi hal tersebut," kata Foley, sebagaimana dilansir Reuters Sabtu (4/12).

The Fed resmi mengumumkan mulai melakukan tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) sebesar US$ 15 miliar setiap bulannya mulai November lalu. Dengan nilai QE sebesar US$ 120 miliar, butuh waktu 8 bulan untuk menyelesaikannya. Artinya, tapering akan berakhir pada bulan Juni tahun depan.

Namun dalam beberapa pekan terakhir banyak pejabat elit The Fed yang mendorong tapering dilakukan lebih cepat guna meredam tingginya inflasi. Chairman The Fed Jerome Powell pada pekan lalu juga mengatakan bisa mempercepat laju tapering, dan kemungkinan akan diumumkan pada Kamis pekan depan.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Ngeri! 3 Hari Melesat 3% ke Level Terkuat 3 Bulan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular