Bukan Emas, Ini Aset Pelindung Harta Saat Omicron Menyerang

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Senin, 06/12/2021 15:06 WIB
Foto: Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)

Jakarta, CNBC Indonesia - Virus corona varian Omicron kini menjadi ancaman baru bagi perekonomian global. Omicron yang berasal dari Afrika Selatan dikatakan lebih mudah menular ketimbang varian delta yang saat ini mendominasi dunia.

Pada 26 November 2021, Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organizations/WHO) mengumumkan omicron sebagai varian yang diwaspadai (Variant of Concern/VoC).
Omicron lebih menular tetapi apakah lebih berbahaya ketimbang varian lainnya atau kebal terhadap vaksin yang ada saat ini masih belum diketahui. Tetapi, Omicron sudah memberikan dampak ke bursa saham global.

Bursa saham Amerika Serikat (AS) ambrol, sejak Omicron ditetapkan sebagai VoC indeks S&P 500 sudah ambrol 3,4% hingga Jumat pekan lalu. Kemudian dari Eropa, indeks FTSE 100 Inggris bahkan ambrol hingga 3,6% dalam sehari di 26 November lalu.


Saat bursa saham rontok, aset-aset aman (safe haven) akan menjadi favorit investasi guna melindungi kekayaan dari kemerosotan nilai. Meski demikian emas hingga saat ini belum menjadi pilihan sebagai safe haven.

Hal tersebut terlihat dari nilainya yang justru turun sejak sejak Omicron diumumkan menjadi VoC. Harga emas dunia hingga Jumat pekan lalu malah turun sekitar 0,5%.
Aset safe haven yang menguat tajam yakni dari mata uang. Yen Jepang, dan Swiss franc.

Sejak 26 November hingga Jumat pekan lalu, yen Jepang mampu melesat lebih 2,2% melawan dolar AS ke 112,8/US$. Kemudian franc Swiss juga menguat nyaris 2% melawan dolar AS.

Salah satu pemicu unggulnya mata uang safe haven ketimbang emas yakni dampak yang bisa ditimbulkan oleh Omicron, yakni kembali diterapkannya lockdown. Ketika itu terjadi, roda perekonomian bisa kembali terhenti, dan uang cash menjadi yang paling penting untuk dimiliki.

Hal tersebut pernah terjadi pada bulan Maret 2020 ketika virus corona dinyatakan sebagai pandemi. Semua aset-aset rontok, mulai dari saham hingga emas. Saat itu dolar Amerika Serikat (AS) yang menguat sangat tajam, hingga muncul istilah cash is the king. Bukan sembarang cash, tetapi dolar AS.

Menariknya, kali ini dolar AS juga ikut terpuruk. Sejak 26 November hingga Jumat pekan lalu indeks dolar AS justru turun 0,7%.

Penyebabnya, inflasi yang tinggi di Amerika Serikat sehingga nilai mata uang menjadi tergerus. Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) di AS tumbuh 6,2% year-on-year (YoY) yang merupakan level tertinggi sejak Desember 1990.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Emas Mendapat Pukulan Telak dari The Fed.


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Iran-Israel, Saham Emas Kembali Jadi Incaran Pasar

Pages