Cuan.. cuan.. cuan! Tips Investasi saat Omicron Menghantui
Jakarta, CNBC Indonesia - Penyebaran baru varian Covid-19 jenis Omicron menjadi risiko baru bagi ekonomi dan pasar keuangan global. Untuk itu investor harus bersiap untuk menghadapi segala kemungkinan yang ada. Namun jangan lupa juga untuk atur strategi agar cuan.
Varian Covid-19 yang ditemukan pertama kali di Afrika Selatan (Afsel) dan kini sudah menyebar ke AS, Eropa dan Asia. Omicron diklaim jauh lebih menular dari varian awal maupun varian Delta.
Kekhawatiran akan adanya lockdown besar-besaran jilid baru membuat pasar keuangan global cenderung bergerak volatil. Indeks ketakutan (fear index) atau yang dikenal sebagai VIX Index bahkan sempat melonjak mendekati angka 30 yang merupakan posisi tertinggi sejak Februari 2021.
Saat kabar varian Omicron bakal membuat vaksin Covid-19 yang sekarang beredar menjadi kurang ampuh, banyak investor yang melego aset berisiko seperti saham dan beralih ke aset yang lebih aman seperti obligasi pemerintah terutama US Treasury (obligasi pemerintah AS).
Yield US Treasury sempat merosot tajam sampai menyentuh 1,4% saat saham-saham di Wall Street anjlok lebih dari 1%.
Namun di tengah kondisi inflasi yang sedang hot, baik di AS maupun secara global, rencana tapering dan kenaikan suku bunga yang lebih cepat dilakukan oleh the Fed juga menjadi risiko lain untuk pasar obligasi.
Survei Reuters terhadap para pengelola dana (fund manager) menunjukkan bahwa mereka para big fund cenderung mengurangi porsi investasinya terhadap obligasi. Jika sebelumnya investor cenderung memberikan bobot saham dan obligasi sama, sekarang mereka lebih memilih aset ekuitas.
Ya, aset ekuitas pun sebenarnya juga berada dalam risiko yang besar dengan adanya Omicron. Situasi saat ini memang serba sulit. Ekonomi dijepit oleh inflasi yang tinggi dan pandemi yang tak kunjung berakhir.
Namun bagi investor ini bukan saatnya untuk panik. Justru momentum ini harus dimanfaatkan untuk atur strategi. Tentunya dengan melihat berbagai skenario.
Jika skenarionya adalah Omicron makin meluas dan inflasi belum juga terkendali sehingga keputusan untuk melakukan normalisasi kebijakan moneter tetap dilakukan oleh bank sentral, maka bagi mereka yang berinvestasi di saham bisa memilih saham-saham defensif dan saham sektor kesehatan.
Namun jika kondisi pandemi terus berkembang dan menciptakan gelombang baru, maka hampir semua aset akan dilepas dan investor akan lebih memilih memegang cash. Dalam kondisi ini mata uang dolar AS akan cenderung terapresiasi karena dianggap sebagai save haven.
Hanya saja jika varian Omicron tidak se-ngeri yang diinginkan tetapi inflasi masih terus membandel maka aset berupa logam mulia seperti emas bisa menjadi salah satu pilihan menarik.
Emas memang aset yang tak memberikan imbal hasil apapun kecuali capital gain dari pergerakan harganya. Bagi mereka yang tetap mau ambil risiko lebih alias risk profile-nya agresif maka membeli saham-saham yang punya eksposur terhadap emas bisa menjadi alternatif investasi yang menarik juga.
Well, untuk saat ini langkah terbaik adalah untuk tidak gegabah. Investor pun akan cenderung mengambil sikap wait and see di tengah segala risiko ketidakpastian yang ada. Perkembangan soal Omicron dan inflasi masih harus terus dipantau untuk menentukan strategi investasi yang tepat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/trp)