Review

Awas Ketinggalan! 3 Saham Farmasi Ini 'Termurah' di Bursa RI

Feri Sandria, CNBC Indonesia
03 December 2021 08:55
Meningkatnya kasus Covid-19 di Jakarta membuat pelayanan sistem Drive thru banyak dilakukan oleh sebagian farmasi di Jakarta. (Cnbc Indonesia/Tri Susilo))
Foto: Meningkatnya kasus Covid-19 di Jakarta membuat pelayanan sistem Drive thru banyak dilakukan oleh sebagian farmasi di Jakarta. (Cnbc Indonesia/Tri Susilo))

Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah situasi pandemi yang belum berakhir, secara global, pasar masih kesulitan mendapatkan momentum penguatan di tengah berlanjutnya ketidakpastian seputar risiko yang bisa ditimbulkan Omicron terhadap perekonomian.

Pada pembukaan perdagangan Kamis (2/12/2021), bursa Eropa juga cenderung melemah dengan berlanjutnya kecemasan seputar varian virus Covid-19 Omicron tersebut di tengah upaya negara-negara benua biru yang sedang melawan gelombang infeksi terbaru.

Sementara itu, mayoritas bursa saham di Asia Pasifik - termasuk IHSG - berbalik menguat meski masih dicekam kekhawatiran seputar varian terbaru tersebut.

Kendati IHSG mampu ditutup di zona hijau, pasar masih terus mengamati perkembangan kabar soal galur anyar Covid-19 Omicron dan bagaimana dampaknya terhadap ekonomi global. Saat ini, sejumlah negara mengetatkan aturan perjalanan dari negara lain seiring memacu percepatan vaksinasi.

Pejabat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan 24 negara tercatat telah melaporkan kasus varian Omicron sejauh ini. Tetapi beberapa indikasi atau gejala awal sebagian besar ringan dan tidak ada yang tergolong parah. WHO juga mengatakan 23 negara telah melaporkan kasus varian Omicron sejauh ini.

Dalam lima hari perdagangan terakhir IHSG tercatat masih terkoreksi 1,56%, sedangkan indeks sektor kesehatan mampu tumbuh 1,40% dalam kurun waktu yang sama.

Kenaikan ini memang wajar mengingat ketika kondisi pandemi semakin parah, saham-saham dari sektor kesehatan akan diburu oleh para investor, seperti yang sebelumnya terjadi ketika varian delta menyerang tengah tahun ini.

Kondisi pelik pandemi, secara langsung dapat mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan kesehatan, baik itu dari meningkatnya penjualan alat tes, obat atau kenaikan pasien rawat inap di rumah sakit.

Lantas, saham emiten farmasi mana saja yang memiliki valuasi murah dan menarik untuk dibeli?

Berikut ini Tim Riset CNBC Indonesia menyajikan daftar 5 besar saham LQ45 dengan valuasi paling murah.

Untuk melihat rasio harga tersebut Tim Riset CNBC Indonesia memakai dua metode, yakni Price Earning Ratio (PER) dan Price to book value (PBV) yang biasa digunakan sebagai analisis fundamental untuk menilai saham suatu emiten, wajar, murah, atau kemahalan (overpriced).

PER merupakan metode valuasi yang membandingkan laba bersih per saham dengan harga pasarnya.

Semakin rendah PER maka biasanya perusahaan juga akan dianggap semakin murah, Untuk PER biasanya secara rule of thumb akan dianggap murah apabila rasio ini berada di bawah angka 10 kali atau lebih rendah dari PER industri.

Sementara PBV adalah metode valuasi yang membandingkan nilai buku suatu emiten dengan harga pasarnya. Semakin rendah PBV biasanya perusahaan akan dinilai semakin murah. Secara Rule of Thumb, PBV akan dianggap murah apabila rasionya berada di bawah angka 1 kali.

Berikut ini tabel harga saham penutupan Kamis (2/12), beserta PER dan PBV dari emiten farmasi yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI).

 

Berdasarkan data di atas, diketahui rata-rata PER emiten farmasi berada di angka 211.60x, atau turun menjadi 31,97x jika PER dari Indofarma (INAF) tidak dimasukkan dalam perhitungan. Sedangkan PBV rata-ratanya berada di angka 4,64x (3,36x jika INAF dikeluarkan).

Adapun tiga emiten yang memiliki harga valuasi 'paling murah' masing-masing memiliki nilai PBV kurang dari 2,1x dan PER kurang dari 15x.

Ketiga emiten tersebut adalah Tempo Scan Pacific (TSPC), Millennium Pharmacon International (SDPC) dan Darya-Varia Laboratoria (DVLA).

Saham DVLA memiliki nilai PER terendah, sedangkan nilai PBV terendah dari seluruh emiten farmasi dibukukan oleh SDPC.

 

Valuasi Emiten Farmasi Berdasarkan PBV dan PERFoto: Feri Sandria
Valuasi Emiten Farmasi Berdasarkan PBV dan PER

Lalu bagaimana dengan kinerja keuangan perusahaan? Berdasarkan data laporan keuangan perusahaan hingga kuartal ketiga tahun ini, dari sembilan emiten farmasi yang telah menerbitkan laporan keuangan kuartal ketiga tahun ini, seluruhnya mampu mencetak laba bersih, dengan salah satunya bahkan mampu membalikkan keadaan dari semula rugi di Q3 2020. Sementara itu hanya satu emiten yang kinerja labanya tertekan tipi, dengan sisanya mampu mencatatkan pertumbuhan laba.

 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular