
Awas Ketinggalan! 3 Saham Farmasi Ini 'Termurah' di Bursa RI

Untuk melihat rasio harga tersebut Tim Riset CNBC Indonesia memakai dua metode, yakni Price Earning Ratio (PER) dan Price to book value (PBV) yang biasa digunakan sebagai analisis fundamental untuk menilai saham suatu emiten, wajar, murah, atau kemahalan (overpriced).
PER merupakan metode valuasi yang membandingkan laba bersih per saham dengan harga pasarnya.
Semakin rendah PER maka biasanya perusahaan juga akan dianggap semakin murah, Untuk PER biasanya secara rule of thumb akan dianggap murah apabila rasio ini berada di bawah angka 10 kali atau lebih rendah dari PER industri.
Sementara PBV adalah metode valuasi yang membandingkan nilai buku suatu emiten dengan harga pasarnya. Semakin rendah PBV biasanya perusahaan akan dinilai semakin murah. Secara Rule of Thumb, PBV akan dianggap murah apabila rasionya berada di bawah angka 1 kali.
Berikut ini tabel harga saham penutupan Kamis (2/12), beserta PER dan PBV dari emiten farmasi yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Berdasarkan data di atas, diketahui rata-rata PER emiten farmasi berada di angka 211.60x, atau turun menjadi 31,97x jika PER dari Indofarma (INAF) tidak dimasukkan dalam perhitungan. Sedangkan PBV rata-ratanya berada di angka 4,64x (3,36x jika INAF dikeluarkan).
Adapun tiga emiten yang memiliki harga valuasi 'paling murah' masing-masing memiliki nilai PBV kurang dari 2,1x dan PER kurang dari 15x.
Ketiga emiten tersebut adalah Tempo Scan Pacific (TSPC), Millennium Pharmacon International (SDPC) dan Darya-Varia Laboratoria (DVLA).
Saham DVLA memiliki nilai PER terendah, sedangkan nilai PBV terendah dari seluruh emiten farmasi dibukukan oleh SDPC.
![]() Valuasi Emiten Farmasi Berdasarkan PBV dan PER |
Lalu bagaimana dengan kinerja keuangan perusahaan? Berdasarkan data laporan keuangan perusahaan hingga kuartal ketiga tahun ini, dari sembilan emiten farmasi yang telah menerbitkan laporan keuangan kuartal ketiga tahun ini, seluruhnya mampu mencetak laba bersih, dengan salah satunya bahkan mampu membalikkan keadaan dari semula rugi di Q3 2020. Sementara itu hanya satu emiten yang kinerja labanya tertekan tipi, dengan sisanya mampu mencatatkan pertumbuhan laba.
(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]
