Help! Rupiah Sudah 9 Hari Tak Pernah Menguat
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah masih belum mampu bangkit melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (2/12). Alhasil, sudah 9 hari rupiah tidak pernah menguat, rinciannya 7 kali melemah 2 kali stagnan.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan, tetapi tidak lama langsung masuk ke zona merah. Depresiasi rupiah mencapai 0,28% di Rp 14.380/US$, terlemah sejak 5 November lalu.
Di penutupan perdagangan, rupiah berada di Rp 14.375/US$, rupiah melemah 0,24% di pasar spot.
Sentimen pelaku pasar yang masih campur aduk akibat penyebaran virus corona varian Omicron. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) mengumumkan menemukan kasus Omicron pertama di Amerika Serikat.
Omicron kini dikhawatirkan akan cepat menyebar, apalagi di Afrika Selatan kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) kini didominasi varian Omicron, hanya 4 pekan setelah kasus pertama ditemukan.
Selain itu, Omicron juga dikhawatirkan akan menyebar di negara-negara lainnya sehingga memicu pelambatan ekonomi global. Masalah rantai pasokan yang memicu tingginya inflasi juga diprediksi akan memburuk.
"Masalah rantai pasokan masih sangat rentan, varian Omicron menggarisbawahi jika krisis masih belum selesai," kata Sian Fenner, kepala ekonom Asia di Oxford Economics dalam sebuah catatan yang dikutip CNBC International, Rabu (1/12).
Dalam kondisi tersebut, dolar AS yang menyandang status safe haven lebih diuntungkan ketimbang rupiah.
Selain itu, rupiah juga tertekan akibat kemungkinan bank sentral AS (The Fed) mempercepat normalisasi kebijakan moneternya.
The Fed resmi mengumumkan akan melakukan tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) sebesar US$ 15 miliar setiap bulannya mulai November lalu. Dengan nilai QE sebesar US$ 120 miliar, butuh waktu 8 bulan untuk menyelesaikannya. Artinya, tapering akan berakhir pada bulan Juni tahun depan.
Namun dalam beberapa pekan terakhir banyak pejabat elit The Fed yang mendorong tapering dilakukan lebih cepat guna meredam tingginya inflasi. Dan, ketua The Fed Jerome Powell di pekan ini mengatakan bisa mempercepat laju tapering.
"Saat ini perekonomian sangat kuat dan inflasi juga sangat tinggi, oleh karena itu menurut pandangan saya akan tepat jika mempertimbangkan menyelesaikan tapering lebih cepat, mungkin beberapa bulan lebih awal," kata Powell di hadapan Senat AS, sebagaimana diwartakan CNBC International, Selasa (30/11).
Powell juga mengatakan akan membahas mengenai percepatan tapering di bulan ini.
"Saya mengharapkan The Fed akan mendiskusikan percepatan tapering pada rapat bulan Desember," tambah Powell.
The Fed akan mengadakan rapat kebijakan moneter pada 14 dan 15 Desember waktu setempat. Jika benar tapering dipercepat, ada risiko rupiah akan tertekan. Apalagi jika percepatan tapering tersebut diikuti dengan kenaikan suku bunga yang lebih awal dari prediksi sebelumnya di semester II-2022.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)