
Dolar Australia Lagi Murah-murahnya, Ada yang Mau Nyerok?

Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Australia masih belum jauh dari level termurah 18 bulan melawan rupiah pada perdagangan Kamis (2/12). Mata Uang Negeri Kanguru ini sedang menguat siang ini, tetapi tidak menutup kemungkinan berbaik arah lagi seperti pergerakan kemarin.
Pada pukul 11:07 WIB, AU$ 1 setara Rp 10.221,38, dolar Australia naik 0,34% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Kemarin dolar Australia sempat melesat lebih dari 0,8% tetapi di akhir perdagangan malah melemah 0,13%.
Sementara Selasa lalu, dolar Australia merosot ke Rp 10.111/AU$ yang merupakan level terendah sejak Juli tahun lalu.
Dolar Australia masih tertekan meski kontraksi perekonomian di kuartal III-2021 tidak seburuk perkiraan pelaku pasar.
Biro Statistik Australia kemarin melaporkan produk domestik bruto (PDB) kuartal III-2021 mengalami kontraksi (tumbuh negatif) 1,9% dari kuartal sebelumnya (quarter-to-quarter/QtQ). Kontraksi tersebut masih lebih baik ketimbang ekspektasi pasar sebesar minus 2,7% QtQ.
Kontraksi tersebut menjadi yang terdalam ketiga sepanjang sejarah. Yang terbesar terjadi pada kuartal II-2020, ketika PDB berkontraksi hingga 6,8% QtQ, kemudian yang kedua terjadi pada kuartal II-1974 dengan kontraksi sebesar 2% QtQ.
Selain itu, pemerintah Australia yang tidak akan melakukan lockdown meski virus corona Omicron sudah masuk ke negara tersebut juga masih belum sanggup mengangkat dolar Australia.
Menteri Kesehatan negara bagian New South Wales (NSW), Brad Hazzard, mengatakan ia Perdana Menteri NSW Dominic Perrottet tidak berfikir untuk kembali melakukan lockdown. Ia memilih untuk melakukan pendekatan yang berbeda.
"Sebagai salah satu yang memberikan kabar buruk bagi masyarakat dalam banyak kesempatan, saya merasa sudah saatnya merubah pendekatan kita," kata Hazzard sebagaimana diwartakan News.com.au, Rabu (1/12).
"Kita tidak tahu seberapa banyak varian virus corona yang akan datang," tambahnya.
Awal perdagangan kemarin dolar Australia memang menguat merespon data PDB dan tidak adanya lockdown, tetapi pada akhirnya melemah lagi. Hal ini menunjukkan risiko penurunan dolar Australia melawan rupiah masih cukup besar, sebab selisih imbal hasil bisa melebar di tahun depan.
Bank sentral Australia sudah menyatakan tidak akan menaikkan suku bunga hingga tahun 2024, sementara Bank Indonesia (BI) diprediksi akan menaikkan suku bunga di tahun depan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tahun Lalu Jeblok 4%, Dolar Australia Turun Lagi di Awal 2022
