Timah Belum Bisa Rekor, Dihambat 'Hantu' Omicron

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
01 December 2021 15:19
A truck passes through a tin mining area of Indonesia's PT Timah in Pemali, Bangka island, Indonesia, July 25, 2019. REUTERS/Fransiska Nangoy
Foto: Tambang PT Timah di Pemali, Pulau Bangka (REUTERS/Fransiska Nangoy)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga timah menguat pada siang ini karena pasokan timah terancam terganggu karena penutupan pelabuhan Myanmar. Namun risiko varian baru virus corona, Omicron, masih membayangi.

Pada Rabu (01/12/2021) pukul 13.29 WIB harga timah dunia tercatat US$ 39.115/ton, naik 0,24% dibandingkan harga penutupan sebelumnya.

Memburuknya kasus Covid-19 (Coronavirus Disease 2019) di Myanmar pada pertengahan memaksa pemerintah setempat menutup pelabuhan sejak tanggal 10 November 2021. Harapannya, pelabuhan tersebut akan buka pada tanggal 19 November, namun diperpanjang selama 14 hari lagi hingga awal Desember.

Penutupan pelabuhan perdagangan timah utama antara China dan Myanmar pada bulan November dapat menyebabkan penurunan total bulanan secara signifikan. Sehingga dapat menganggu pasokan timah di China, negara konsumsi logam terbesar di dunia.

Institut Teknologi dan Riset Industri (ITRI) memperkirakan pengiriman timah kemungkinan besar akan tertunda bulan November, sehingga total bulan Desember bisa melonjak secara signifikan.

Sebenarnya tanda-tanda pasokan dari Myanmar akan terhambat suda muncul dari pengiriman bulan Oktober. Pasalnya hampir seperempat dari bahan yang diekspor pada bulan Oktober diperkirakan berasal dari persediaan pemerintah (sekitar 1.500 ton), menurut pedagang bijih lokal.

Sementara itu varian virus baru Omicron masih membayangi laju timah karena memiliki risiko terhadap pemulihan ekonomi dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan varian baru Covid-19 asal Afrika Selatan tersebut sebagai "varian yang mengkhawatirkan" (variant of concern/VOC) dan mengatakan bahwa ini kemungkinan akan menyebar lebih cepat daripada varian lain sebelumnya.

Omicron saat ini telah terdeteksi di 12 negara tempat termasuk Australia, Inggris, Kanada, Jerman dan Hong Kong. Stephane Bancel, CEO Moderna, mengatakan kepada Financial Times jika dia memperkirakan vaksin yang ada saat ini kurang efektif melawan Omicron.

Senin lalu, Bancel juga mengatakan akan memerlukan waktu beberapa bulan jika harus mengembangkan vaksin baru.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ras/ras)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article China Pakai Batu Bara Australia, Harga Timah Melesat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular