Omicron "Transit" di Singapura, Kurs Dolarnya Jeblok?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Rabu, 01/12/2021 12:40 WIB
Foto: Dollar Singapur (REUTERS/Thomas White)

Jakarta, CNBC Indonesia - Virus corona varian Omicron yang berasal dari Afrika Selatan sudah menyebar ke beberapa negara, dan sempat "transit" di Singapura. Meski demikian, kabar tersebut belum berdampak pada pergerakan dolar Singapura, yang hingga perdagangan Rabu (1/12) menguat 3 hari beruntun melawan rupiah.

Pada pukul 11:32 WIB, SG$ 1 setara Rp 10.511,47, dolar Singapura menguat 0,17% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Dalam dua hari sebelumnya, dolar Singapura menguat masing-masing 0,34% dan 0,31%, sekaligus menjauhi level terendah satu tahun yang dicapai pekan lalu.

Kementerian Kesehatan Singapura (Ministry of Health/MoH) Senin lalu melaporkan 2 penumpang Singapore Airlines yang berangkat dari Johannesburg positif terpapar Omicron. 2 penumpang tersebut transit di bandara Changi, sebelum melanjutkan perjalanan ke Australia.


Kedua penumpang tersebut dilaporkan tidak keluar dari bandara Changi selama transit.

Di Australia sendiri, kasus Omicron sudah mulai bertambah, beberapa diantaranya terkait dengan salah satu penumpang tersebut.

MOH sudah mengumumkan semua penumpang pesawat yang sebelumnya pernah berkunjung ke Afrika Selatan, Botswana dan beberapa negara lainnya dengan laporan kasus Omicron tidak diizinkan masuk ataupun transit di Singapura.

Munculnya kasus corona Omicron membuat sentimen pelaku pasar memburuk, yang merugikan bagi rupiah. Apalagi, Stephane Bancel, CEO Moderna yang membuat vaksin virus corona, mengatakan kepada Financial Times jika dia memperkirakan vaksin yang ada saat ini kurang efektif melawan Omicron.

Senin lalu, Bancel juga mengatakan akan memerlukan waktu beberapa bulan jika harus mengembangkan vaksin baru.

Kala sentimen pelaku pasar memburuk, rupiah yang merupakan aset negara emerging market akan cenderung dihindari. Hal tersebut membuat dolar Singapura menguat 3 hari terakhir melawan rupiah.

Apalagi awal pekan ini pemerintah Singapura melaporkan inflasi sektor produsen (producer price index/PPI) yang melesat ke level tertinggi dalam 40 tahun terakhir. PPI bulan Oktober dilaporkan melesat 25,4% year-on-year (YoY), jauh lebih tinggi dari bulan sebelumnya 21,3% YoY. Inflasi sektor produsen tersebut menjadi yang tertinggi sejak Maret 1980.

Ketika inflasi sektor produsen tinggi, maka harga jual produk kemungkinan akan dinaikkan dan berdampak pada inflasi konsumen (consumer price index/CPI).

Inflasi CPI yang tinggi membuat Otoritas Moneter Singapura (Monetary Authority of Singapore/MAS) mengetatkan kebijakan moneternya pada pertengahan Oktober lalu, dan membuka peluang pengetatan lagi di tahun depan.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: IHSG Menguat, Pasar Modal RI Masih Jadi Pilihan Investor