Emas Lagi-Lagi Gagal Melesat, Tanda Omicron Tak Berbahaya?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
30 November 2021 06:50
Gold bars and coins are stacked in the safe deposit boxes room of the Pro Aurum gold house in Munich, Germany,  August 14, 2019. REUTERS/Michael Dalder
Foto: Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kecemasan akan penyebaran virus corona varian Omicron membuat harga emas menguat di awal perdagangan awal pekan kemarin. Sayangnya, penguatan tersebut gagal dipertahankan, dan emas justru mengakhiri perdagangan di zona merah.

Melansir data Refintiv, emas menutup perdagangan Senin (29/11) di US$ 1.785,01/troy ons, melemah 0,38% di pasar spot. Di awal perdagangan, emas sempat menguat 0,41% ke US$ 1.799/troy ons.

Pada Jumat pekan lalu, harga emas dunia sempat melesat kembali ke atas US$ 1.800/troy ons, tetapi akhirnya mengakhiri perdagangan di bawahnya.

xau

"Pergerakan emas di hari Jumat menunjukkan apa yang seharusnya dilakukan emas. Kekhawatiran akan virus corona Omicron akan mendorong kenaikan harga emas," kata Craig Erlam, analis pasar senior di OANDA, sebagaimana dilansir Kitco, Jumat (26/11).

Corona Omicron yang dikatakan lebih mudah menyebar ketimbang varian Delta membuat pelaku pasar khawatir akan kemungkinan diterapkannya lockdown lagi, dan membuat perekonomian global kembali melambat.

Dalam kondisi tersebut, emas merupakan aset safe haven kembali dilirik.

Namun, kekhawatiran tersebut mereda setelah Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, mengatakan tidak perlu melakukan lockdwon akibat Omicron.

"Jika masyarakat sudah divaksin dan mengenakan masker, tidak perlu lagi dilakukan lockdown. Selain itu tidak akan ada pembatasan perjalanan," kata Biden dalam konferensi pers Senin kemarin, sebagaimana diwartakan CNBC International.

Meski demikian, para ekonom dan analis melihat Omicron akan membawa harga emas naik, tetapi jika virus baru tersebut berdampak pada aktivitas ekonomi dan arah kebijakan moneter.

Saat ini, tingginya inflasi membuat beberapa bank sentral, termasuk The Fed (bank sentral AS), mulai mengetatkan kebijakan moneternya. Hal tersebut yang membuat emas pada pekan lalu jeblok nyaris 3%.

Rilis notula rapat kebijakan moneter The Fed minggu lalu menunjukkan banyak anggota dewan siap untuk mempercepat normalisasi jika inflasi terus tinggi, emas melemah tipis saja.

Pasca rilis notula tersebut, pelaku pasar kini melihat ada probabilitas The Fed akan menaikkan suku bunga di bulan Juni 2022, lebih cepat dari sebelumnya semester II-2022. Selain itu, pasar juga melihat suku bunga akan dinaikkan sebanyak 3 kali.

Suku bunga merupakan salah satu "musuh" utama emas, ketika suku bunga di AS naik maka daya tarik emas sebagai aset tanpa imbal hasil akan menurun. Selain itu, opportunity cost berinvestasi emas juga akan mengalami peningkatan.

Inflasi yang tinggi menjadi alasan The Fed diperkirakan akan agresif menaikkan suku bunga, tetapi jika Omicron berdampak pada pelambatan ekonomi, dan The Fed akhirnya tidak agresif dalam menaikkan suku bunga, tentunya berpeluang mendongkrak harga emas.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Emas Diprediksi Ambrol, Bakal Ada Outflow Mengerikan!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular