
Ada Antrean IPO Triliunan, Awas Banyak yang 'Masuk Angin'

Jakarta, CNBC Indonesia - Penghujung tahun 2021 tinggal satu bulan lagi. Namun jelang akhir tahun antrean perusahaan yang akan listing di bursa saham domestik justru bejibun dan bahkan beberapa di antaranya memiliki size Initial Public Offering (IPO) yang jumbo.
CNBC Indonesia mencatat setidaknya ada 4 perusahaan yang akan listing dan menyita perhatian investor maupun publik karena menargetkan dana dari penawaran perdana yang lebih dari Rp 1 triliun.
Empat perusahaan tersebut antara lain PT Avia Avian Tbk (AVIA) yang memproduksi dan menjual cat bangunan dengan merek Avian. Perseroan menargetkan untuk menggalang dana sebesar Rp 4,84 triliun - Rp 5,77 triliun.
Selain produsen cat Avian, salah satu produsen produk olahan susu fermentasi dengan brand Cimory yaitu PT Cisarua Mountain Dairy Tbk (CMRY) juga dalam tahap bookbuilding dan menargetkan dana sebesar Rp 3,31 triliun - Rp 3,76 triliun.
Kemudian yang ketiga adalah induk dari PT Widodo Makmur Unggas Tbk (WMUU) yang sudah melantai di bursa awal Februari tahun ini. Adalah PT Widodo Makmur Perkasa Tbk (WMPP) dengan target dana yang dihimpun sebesar Rp Rp 1,33 triliun - Rp 1,83 triliun.
Terakhir yang juga menyita perhatian khalayak ramai adalah anak usaha BUMN Karya yaitu PT Adhi Commuter Property Tbk (ADCP) dengan target mencapai Rp 1 triliun - Rp 1,6 triliun. Dari keempat perusahaan itu saja target perolehan dana mencapai Rp 10 triliun - Rp 13 triliun.
Bahkan di tahun depan, sudah menanti IPO Jumbo yang digadang-gadang akan menjadi penawaran perdana terbesar dalam sejarah pasar modal lokal yakni GoTo group yang merupakan gabungan dari startup Gojek dan Tokopedia yang terakhir diestimasi memiliki valuasi US$ 30 miliar dolar atau setara dengan Rp 430 triliun dimana jika melantai dengan valuasi ini akan menjadi emiten dengan kapitalisasi pasar terbesar ketiga di bursa mengalahkan PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) yang memikiki kapitalisasi pasar Rp 410 triliun.
Lantas bagaimana prospek perusahaan-perusahaan tersebut dalam debutnya listing di pasar modal Tanah Air? Mari kita lihat kinerja emiten dengan nilai IPO jumbo berberapa bulan ke belakang yang juga menyita perhatian publik.
Pertama adalah PT Bukalapak.com Tbk (BUKA). Perusahaan e-commerce besutan Achmad Zaky tersebut resmi listing pada 6 Agustus lalu dan meraih dana hampir Rp 22 triliun. Pada awalnya IPO ini terbilang sukses.
Harga saham BUKA sempat tembus dua kali auto reject atas (ARA). Namun setelah itu harga cenderung melorot. Harga saham BUKA terus terkoreksi dan berada pada fase downtrend yang parah meski dielu-elukan oleh banyak pihak.
Nyatanya hingga penutupan perdagangan kemarin (29/11), harga saham BUKA ditutup melemah 1,72% dan menyentuh level terendah barunya lagi di Rp 570/unit. Jika dihitung menggunakan harga IPO, maka investor yang membeli saat penawaran perdana telah merugi 32,9%.
Nilai kapitalisasi pasar BUKA yang awalnya mencapai Rp 87,6 triliun kini susut menjadi Rp 58,75 triliun. Artinya dalam kurun waktu kurang dari 4 bulan nilai pasar saham BUKA telah turun Rp 28,85 triliun.
Kemudian selanjutnya ada saham anak usaha perusahaan telekomunikasi pelat merah yang dikenal sebagai Mitratel atau PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL).
Perusahaan yang belum genap satu bulan menyandang status 'Tbk' ini awalnya sempat melesat ke Rp 890/saham dari harga penawaran perdananya di Rp 800/saham. Kinerja harga saham MTEL yang meraup dana Rp 18 triliun ini di pasar sekunder juga terbilang mengecewakan.
Baru genap 6 hari melantai, harga saham MTEL sudah melorot ke bawah harga IPO. Tercatat per 29 November 2021, harga saham MTEL ditutup di Rp 760/saham setelah mengalami koreksi sebesar 1,3%. Artinya sejak IPO harga saham MTEL telah ambles 5% sendiri.
Nilai kapitalisasi pasar MTEL yang awalnya mencapai Rp 66,8 triliun kemarin sisa Rp 63,47 triliun yang mengindikasikan adanya penyusutan sebesar Rp 3,33 triliun dalam kurun waktu satu minggu saja.
Dari dua kasus tersebut tampak bahwa perusahaan yang listing dengan nilai IPO jumbo cenderung memberikan kinerja yang tak memuaskan.
Hal ini tentunya perlu menjadi cermatan pelaku pasar mengingat secara risk appetite pasar sedang kurang baik apalagi dengan adanya sentimen yang muncul dari adanya varian baru Covid-19 yang lebih menular yakni varian omicron.
Di sisi lain, size IPO yang jumbo akan menyedot likuiditas di pasar. Perlu menjadi pertimbangan lain adalah di tahun depan beberapa perusahaan startup unicorn dan decacorn seperti GoTo, Traveloka hingga SiCepat yang juga memiliki valuasi besar. Oleh sebab itu likuiditas pasar juga harus diperhatikan bagi mereka investor yang ingin membeli saham-saham lewat skema IPO.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000