
Warning OJK Buat Perbankan, Situasi Belum Aman

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan kembali mengenai potensi tergerusnya profitabilitas perbankan akibat masih rendahnya permintaan kredit secara nasiional akibat pandemi Covid-19. Sedangkan tingkat pengumpulan dana pihak ketiga (DPK) perbankan mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi ketimbang kredit.
Anggota Dewan Komisioner OJKsekaligus Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan Heru Kristiana mengatakan masih terdapat sejumlah tantangan yang perlu dihadapi oleh sektor perbankan di tengah masih belum normalnya perekonomian saat ini.
"Ke depan hal yang patut kita waspadai adalah masih tingginya gap antara pertumbuhan kredit dan DPK yang dapat berpotensi menurunkan profitabilitas industri perbankan kita. Tentu risiko kredit yang juga menjadi perhatian kita," kata Heru dalam talkshow Membangun Optimisme Baru untuk Mendorong Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional, Jumat (26/11/2021).
Mengacu pada data yang disampaikan OJK, kredit nasional hingga Oktober 2021 mengalami kenaikan 3,24% secara tahunan (year on year/YoY). Angka ini memang mengalami kenaikan dari posisi bulan sebelumnya yang tumbuh 2,21% YoY.
Sedangkan DPK nasional mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi yakni mencapai 9,44% YoY. Jauh lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya yang sebesar 7,69% YoY.
Tingginya gap antara DPK dan permintaan kredit ini membuat rasio pinjaman terhadap simpanan (loan to deposit ratio/LDR) mencapai 78,09%. Angka ini bahkan mengalami penurunan dibanding dengan posisi di September 2021 yang sebesar 78,93%.
Heru mengungkapkan, tantangan lainnya yang dihadapi oleh perbankan adalah pemulihan sektor riil dan konsolidasi bisnis perbankan pancapandemi.
"Ketidakpastian kapan berakhirnya pandemi, serta daya tahan perbakan dalam menyerap dan menopang kredit restrukturisasi akan menjadi yang perlu dicermati bersama," ungkap dia.
Sedangkan secara struktural, hal yang perlu dicermati adalah struktur perbankan nasional yang masih didominasi oleh bank yang berskala kecil dan memiliki daya saing yang rendah. Untuk itu, stakeholder mengharapkan adanya perubahan ekosistem layanan digital yang makin masif dan besar.
Dari sisi global, Heru menyebut tantangan yang perlu dicermati adalah dampak dan risiko dari tapering yang akan dilakukan oleh Amerika Serikat dan potensi kenaikan suku bunga serta normalisasi kebijakan di banyak negara di dunia.
Selain itu, tidak meratanya distribusi vaksin di banyak negara dan kenaikan kembali kasus COvid019 di beberapa negara dunia memunculkan kembali potensi penerapan kebijakan pembatasan sosial.
(mon/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article OJK Buka Suara Soal Usulan Perpanjangan Relaksasi Kredit Covid-19