Gegara Ini Dolar Australia "Bertekuk Lutut" di Hadapan Rupiah

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Rabu, 24/11/2021 14:55 WIB
Foto: dollar Australia (REUTERS/Daniel Munoz)

Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Australia masih belum mampu bangkit melawan rupiah pada perdagangan Rabu (25/11). Penurunan nilai tukar Mata Uang Negeri Kanguru ini sudah berlangsung sejak awal November, dan kini berada di dekat level terendah dalam satu tahun terakhir.

Pada pukul 14:37 WIB, AU$ 1 setara Rp 10.292,2, dolar Australia melemah 0,1% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Ketika memulai penurunan sejak 2 November lalu hingga hari ini sudah merosot sekitar 4%.

Penyebab terpuruknya dolar Australia yakni bank sentralnya (Reserve Bank of Australia/RBA) yang mengesampingkan kemungkinan kenaikan suku bunga di tahun depan. Sementara Bank Indonesia (BI) berpeluang menaikkan suku bunga.


Fitch Solutions memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan menaikkan suku bunga sebanyak 2 kali di tahun depan, menjadi 4%.

"Kami percaya bahwa tekanan eksternal, terutama dengan berlanjutnya penguatan dolar AS, akan menguji sikap dovish BI pada tahun 2022," kata Fitch Solutions dalam risetnya.

Sementara pada 2 November lalu ketika RBA mengumumkan menghentikan program yield curve control (YCC), yang mempertahankan imbal hasil (yield) obligasi tenor 3 tahun di kisaran 0,1%.

Kebijakan tersebut ditanggapi sebagai sinyal kenaikan suku bunga tahun depan. Tetapi RBA membantah hal tersebut.

"Data dan proyeksi terbaru tidak menjamin kenaikan suku bunga di tahun 2022. Dewan gubernur masih bersabar," kata Gubernur RBA Philip Lowe, saat pengumuman kebijakan moneter, sebagaimana dilansir Reuters, Selasa (2/11).

Dalam acara Australian Business Economists Webinar pekan lalu Lowe kembali menegaskan pernyataannya yang membuat dolar Australia jeblok, yakni tidak akan menaikkan suku bunga di tahun depan.

"Saya ingin mengulangi apa yang saya katakan dua pekan lalu, yakni, data dan proyeksi terbaru tidak menjamin kenaikan suku bunga di 2022," kata Lowe sebagaimana dilansir ABC News, Selasa (16/11). 

Lowe mengatakan para anggota dewan RBA masih bersabar, bahkan ada kemungkinan suku bunga tidak dinaikkan hingga 2024.

"Masih sangat mungkin kenaikan suku bunga pertama tidak akan terjadi sebelum 2024" tambahnya.

Dengan perbedaan outlook kebijakan moneter tersebut, selisih yield antara Australia dan Indonesia akan melebar yang memberikan keuntungan bagi rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: IHSG Menguat, Pasar Modal RI Masih Jadi Pilihan Investor