Bursa Asia Kembali Berjatuhan, Hanya Shanghai yang Selamat

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
23 November 2021 17:03
A man wearing a face mask looks back as workers installing the nameplate of the Beijing Stock Exchange on the Financial Street in Beijing, Sunday, Nov. 14, 2021. According the local news report, the Beijing Stock Exchange will start trading on Monday, Nov. 15. (AP Photo/Andy Wong)
Foto: AP/Andy Wong

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia ditutup di zona merah pada perdagangan Selasa (23/11/2021),karena investor di Asia juga cenderung merespons negatif dari kembali terpilihnya Jerome Powell sebagai ketua bank sentral Amerika Serikat (AS) hingga empat tahun kedepan.

Hanya indeks Shanghai Composite China yang ditutup di zona hijau pada perdagangan hari ini, di mana indeks saham Negeri Panda tersebut ditutup menguat 0,2% ke level 3.589,09.

Sedangkan sisanya ditutup di zona merah pada hari ini. Indeks Hang Seng Hong Kong ditutup ambles 1,2% ke level 24.651,58, Straits Times Singapura terkoreksi 0,3% ke 3.227,53, KOSPI Korea Selatan terdepresiasi 0,53% ke 2.997,33, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merosot 0,68% ke 6.677,876.

Sementara untuk indeks Nikkei Jepang pada hari ini tidak dibuka karena sedang libur nasional memperingati Hari Apresiasi Kerja (Roudou Kansha no Hi).

Indeks Hang Seng ditutup ambles lebih dari 1% dan memimpin pelemahan bursa Asia pada hari ini karena terbebani oleh kekhawatiran yang berkepanjangan atas kinerja keuangan kuartal III-2021 yang lemah dari perusahaan teknologi China yang terdaftar di bursa Hong Kong.

Indeks sektor teknologi Hang Seng Tech ambles 1,3%, di mana saham Alibaba menjadi pemberat utama yakni ambruk lebih dari 3% dan diperdagangkan mendekati rekor terendah, setelah memangkas perkiraan pertumbuhan laba bersih tahunan karena terdampak dari meningkatnya persaingan dan tindakan keras China terhadap perusahaan teknologi di Negeri Panda tersebut.

Sementara itu, indeks Shanghai berhasil bertahan di zona hijau karena ditopang oleh saham pengembang properti China, setelah beberapa bank diberitahu untuk mengeluarkan lebih banyak pinjaman untuk mendukung proyek-proyek properti di China.

Kenaikan indeks Shanghai juga ditopang oleh sikap Beijing yang sedang berupaya untuk menstabilkan perekomian China akibat pandemi virus corona (Covid-19) dan gangguan rantai pasokan.

China menghadapi tekanan baru, tetapi pihak berwenang harus menghindari meluncurkan langkah-langkah ekonomi dengan cara 'seperti kampanye dan agresif', seperti yang dikatakan oleh media pemerintah yang mengutip pernyataan Perdana Menteri Li Keqiang.

Li mengatakan China harus meningkatkan upaya untuk menstabilkan enam bidang utama dan pemerintah sedang mempelajari kebijakan pemotongan pajak dan biaya, bersamaan dengan beberapa langkah reformasi untuk mendukung bisnis.

Indeks pengembang real estate China melesat 1,5%, setelah adanya laporan bahwa beberapa bank China telah diberitahu oleh regulator keuangan untuk mengeluarkan lebih banyak pinjaman kepada perusahaan properti untuk pengembangan proyek.

Namun, sebagian besar pelaku pasar Asia cenderung mengikuti sikap pelaku pasar di AS yang cenderung kecewa dengan kembali terpilihnya Jerome Powell sebagai ketua bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) hingga empat tahun kedepan.

Sedangkan calon ketua The Fed lainnya yang juga sebagai saingan dari Powell, yakni Gubernur The Fed Lael Breinard dinominasikan oleh Gedung Putih sebagai Wakil Ketua.

Selanjutnya Powell dan Brainard harus mendapat restu terlebih dahulu dari Senat yang saat ini dikuasai oleh Partai Demokrat (partainya Joe Biden). Meskipun saat ini suara Senat AS masih terpecah sehingga membuat risiko ketidakpastian tetap membayangi pasar.

Pasar kini mulai mengantisipasi bahwa The Fed bisa saja lebih agresif dari yang diperkirakan dengan menaikkan suku bunga acuan (Federal Fund Rates/FFR) hingga 3 kali pada tahun depan guna menjinakkan 'setan' inflasi yang terus menghantui perekonomian.

Inflasi yang tinggi adalah momok bagi seluruh pelaku ekonomi. Bagi pengambil kebijakan inflasi yang tinggi bakal membuat output perekonomian menjadi maksimal.

Bagi konsumen, inflasi yang tinggi berarti melemahnya daya beli. Sementara bagi investor dan pelaku usaha, tingginya inflasi akan menggerus marjin laba.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Alert! Bursa Asia Mayoritas Loyo, IHSG Bisa Kena Getahnya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular