
Aktivitas Bisnis Australia Makin Bergeliat, Dolarnya Menguat

Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Australia menguat tipis melawan rupiah pada perdagangan Selasa (23/11) setelah data menunjukkan aktivitas bisnis meningkat di bulan November. Pada pukul 11:45 WIB, AU$ 1 setara Rp 10.300,77, dolar Australia menguat 0,11% di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Markit pada hari ini mengumumkan aktivitas sektor manufaktur yang dilihat dari purchasing managers' index (PMI) mengalami kenaikan menjadi 58,5 di bulan November dari sebelumnya 58,2.
Selain itu, PMI sektor jasa juga menunjukkan kenaikan menjadi 55 dari sebelumnya 51,8.
PMI manufaktur menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawahnya berarti kontraksi, sementara di atasnya ekspansi. Semakin jauh di atas angka 50 berarti ekspansi semakin besar.
Meski dolar Australia menguat merespon data tersebut, tetapi tidak menutup kemungkinan dolar Australia akan berbalik arah di sisa perdagangan hari ini, seperti awal pekan kemarin.
Mata uang Negeri Kanguru ini kemarin sempat naik 0,6% sebelum berakhir melemah tipis 0,08%.
Dolar Australia mulai merosot melawan rupiah sejak 2 November lalu ketika bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) mengumumkan kebijakan moneter. Sejak saat itu hingga Senin kemarin dolar Australia sudah merosot hingga 4%.
Saat pengumuman kebijakan moneter awal bulan ini, RBA mengumumkan menghentikan program yield curve control (YCC), yang mempertahankan imbal hasil (yield) obligasi tenor 3 tahun di kisaran 0,1%.
Kebijakan tersebut ditanggapi sebagai sinyal kenaikan suku bunga tahun depan. Tetapi RBA membantah hal tersebut.
"Data dan proyeksi terbaru tidak menjamin kenaikan suku bunga di tahun 2022. Dewan gubernur masih bersabar," kata Gubernur RBA Philip Lowe, saat pengumuman kebijakan moneter, sebagaimana dilansir Reuters, Selasa (2/11).
Dalam acara Australian Business Economists Webinar pekan lalu Lowe kembali menegaskan pernyataannya yang membuat dolar Australia jeblok, yakni tidak akan menaikkan suku bunga di tahun depan.
"Saya ingin mengulangi apa yang saya katakan dua pekan lalu, yakni, data dan proyeksi terbaru tidak menjamin kenaikan suku bunga di 2022," kata lowe sebagaimana dilansir ABC News, Selasa (16/11).
Lowe mengatakan para anggota dewan RBA masih bersabar, bahkan ada kemungkinan suku bunga tidak dinaikkan hingga 2024.
"Masih sangat mungkin kenaikan suku bunga pertama tidak akan terjadi sebelum 2024" tambahnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tahun Lalu Jeblok 4%, Dolar Australia Turun Lagi di Awal 2022
