
Muncul Pola Doji, IHSG 'Sakti' kalau Bisa Cetak Rekor Lagi

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali mencetak rekor tertinggi sepanjang masa di 6.754,464 awal pekan kemarin. Meski demikian, bursa kebanggaan Tanah Air ini mengakhiri perdagangan sedikit di bawahnya, di 6.723,385 atau menguat tipis 0,05%.
IHSG bergerak fluktuatif kemarin, maklum saja posisinya yang di rekor tertinggi tentunya memicu aksi ambil untung (profit taking). Aksi profit taking berpotensi berlanjut pada hari ini, Selasa (23/11), yang berisiko membuat IHSG merosot.
Sebab, bursa saham Amerika Serikat (AS) terpuruk pada perdagangan Senin waktu setempat. Presiden AS Joe Biden yang kembali memilih Jerome Powell sebagai ketua The Fed menjadi pemicunya. Dengan demikian, outlook kenaikan suku bunga The Fed masih sama yakni di semester II-2022 bahkan mungkin lebih cepat lagi.
Alhasil, yield obligasi AS (Treasury) tenor 10 tahun langsung sebesar 8,43 basis poin ke 1,6322%, yang membuat bursa saham AS (Wall Street) terpuruk, indeks Nasdaq merosot 1%, yang tentunya memberikan hawa negatif ke pasar Asia hari ini.
Secara teknikal, peluang penguatan IHSG terbuka melihat pergerakannya Jumat (19/11) pekan lalu yang membentuk pola White Marubozu.
Suatu candle stick dikatakan membentuk pola White Marubozu ketika harga open sama dengan low dan close sama dengan high.
White Marubozu merupakan sinyal nilai suatu aset akan kembali menguat, secara psikologis menunjukkan aksi beli mendominasi pasar.
![]() Foto: Refinitiv |
Namun, pergerakan IHSG kemarin membentuk pola Doji memberikan sinyal netral. Artinya, pelaku pasar masih ragu-ragu menentukan arah, apakah lanjut naik atau balik turun.
Mengingat Doji muncul saat posisi IHSG sedang tinggi, memang risiko koreksi menjadi lebih besar.
Apalagi melihat indikator Stochastic yang berada di wilayah jenuh beli (overbought) pada grafik harian dan masih di dekat wilayah tersebut pada grafik 1 jam, ada risiko IHSG akan mengalami koreksi.
![]() Foto: Refinitiv |
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Artinya, ketika IHSG mencapai overbought, maka ada risiko akan mengalami penurunan. Level psikologis 6.700 menjadi support terdekat, jika ditembus IHSG berisiko terkoreksi ke 6.665.
Sementara selama bertahan di atas support, IHSG berpeluang menguat memecahkan rekor tertinggi lagi dan menuju 6.750.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Empat Faktor Ini Bakal Jadi Sentimen Kuat Pasar di Kuartal II