Pasca Jeblok 4% ke Bawah Rp 10.300, Dolar Australia Bangkit

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
22 November 2021 14:35
Ilustrasi dolar Australia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi dolar Australia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Jumat pekan lalu, nilai tukar dolar Australia memperpanjang penurunan melawan rupiah hingga ke bawah Rp 10.300/AU$, dan berada di level terendah sejak akhir September lalu. Tidak hanya itu, dolar Australia juga mendekati level terendah satu tahun. Alhasil, penurunan tersebut memicu koreksi teknikal yang membuatnya menguat pada perdagangan Senin (22/11).

Pada pukul 13:41 WIB, AU$ 1 setara Rp 10.332,68, dolar Australia menguat 0,34% di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Dolar Australia mulai merosot sejak 2 November lalu setelah bank sentral Australia mengesampingkan kemungkinan kenaikan suku bunga di tahun depan. Sejak saat itu hingga Jumat pekan lalu dolar Australia sudah merosot nyaris 4%.

Saat pengumuman kebijakan moneter awal bulan ini, RBA mengumumkan menghentikan program yield curve control (YCC), yang mempertahankan imbal hasil (yield) obligasi tenor 3 tahun di kisaran 0,1%.

Kebijakan tersebut ditanggapi sebagai sinyal kenaikan suku bunga tahun depan. Tetapi RBA membantah hal tersebut.

Data dan proyeksi terbaru tidak menjamin kenaikan suku bunga di tahun 2022. Dewan gubernur masih bersabar," kata Gubernur RBA Philip Lowe, saat pengumuman kebijakan moneter, sebagaimana dilansir Reuters, Selasa (2/11).

Dalam acara Australian Business Economists Webinar pekan lalu Lowe kembali menegaskan pernyataannya yang membuat dolar Australia jeblok, yakni tidak akan menaikkan suku bunga di tahun depan.

"Saya ingin mengulangi apa yang saya katakan dua pekan lalu, yakni, data dan proyeksi terbaru tidak menjamin kenaikan suku bunga di 2022," kata Lowe sebagaimana dilansir ABC News, Selasa (16/11).

Lowe mengatakan para anggota dewan RBA masih bersabar, bahkan ada kemungkinan suku bunga tidak dinaikkan hingga 2024.

"Masih sangat mungkin kenaikan suku bunga pertama tidak akan terjadi sebelum 2024" tambahnya.

Sementara itu Bank Indonesia (BI) kemungkinan akan menaikkan suku bunga di akhir tahun depan. Artinya, BI akan menaikkan suku bunga lebih dulu ketimbang RBA, yang membuat selisih yield makin melebar, dan menguntungkan rupiah.

Fitch Soulitions memproyeksikan di akhir tahun depan suku bunga BI berada di 4%, dari saat ini 3,5%. Artinya, jika kenaikan suku bunga dilakukan sebesar 25 basis poin, maka BI diperkirakan akan menaikkan suku bunga sebanyak 2 kali di tahun depan.

"Kami percaya bahwa tekanan eksternal, terutama dengan berlanjutnya penguatan dolar AS, akan menguji sikap dovish Bank Indonesia pada tahun 2022," kata Fitch Solutions dalam risetnya.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dolar Australia Tak Mampu Tembus Rp 10.700/AU$, Ada Apa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular