Analisis

Ada Gosip Powell Lengser dari Ketua The Fed, Rupiah Melesat?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
22 November 2021 06:35
Gubernur Bank Sentral AS (The Fed)
Foto: Gubernur Bank Sentral AS (The Fed) Jerome Powell (REUTERS/Al Drago)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kabar baik datang dari dalam negeri pada pekan lalu, sayangnya belum mampu mengangkat rupiah yang berakhir stagnan melawan dolar Amerika Serikat (AS) di Rp 14.235/US$. Di pekan ini, sentimen dari eksternal akan lebih banyak menggerakkan Mata Uang Garuda.

rupiah stagnan di Rp 14.235/US$, sebelumnya sempat berfluktuasi dengan menguat ke Rp 14.180/US$, kemudian melemah di Rp 14.270/US$.

Pada pekan lalu Bank Indonesia (BI) melaporkan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) membukukan surplus sebesar US$ 10,7 miliar pada kuartal III-2021. Jauh membaik ketimbang kuartal sebelumnya yang defisit US$ 0,4 miliar.

"Kinerja NPI tersebut ditopang oleh transaksi berjalan yang mencatat surplus, berbalik dari triwulan sebelumnya yang tercatat defisit, serta surplus transaksi modal dan finansial yang makin meningkat," sebut keterangan tertulis BI, Jumat (19/11/2021).

Transaksi berjalan pada kuartal III-2021 mencatat surplus US$ 4,5 miliar atau 1,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Juga membaik ketimbang kuartal sebelumnya yang minus US$ 2 miliar (0,7% PDB).

Surplus di kuartal III-2021 tersebut menjadi yang tertinggi sejak kuartal IV-2009.

Kinerja transaksi berjalan terutama dikontribusikan oleh surplus neraca barang yang makin meningkat, didukung oleh kenaikan ekspor non-migas sejalan dengan masih kuatnya permintaan dari negara mitra dagang dan berlanjutnya kenaikan harga komoditas ekspor utama di pasar internasional.

Transaksi berjalan menjadi faktor yang begitu krusial dalam mendikte laju rupiah lantaran arus devisa yang mengalir dari pos ini cenderung lebih stabil.

Sementara di pekan ini, Amerika Serikat merilis data inflasi versi personal consumption expenditure (PCE) yang akan menjadi perhatian, sebab menjadi acuan bank sentral AS (The Fed) dalam menetapkan suku bunga.

Hasil polling Reuters menunjukkan inflasi inti PCE diprediksi tumbuh 4,1% year-on-year (YoY) di bulan Oktober, jauh lebih tinggi dari bulan sebelumnya 3,6% YoY yang merupakan level tertinggi dalam 30 tahun terakhir.

Kenaikan inflasi tersebut akan menguatkan ekspektasi kenaikan suku bunga yang agresif di tahun depan, yang bisa memberikan tekanan bagi IHSG, rupiah hingga SBN.

Selain itu, rilis notula rapat kebijakan moneter The Fed juga akan memberikan gambaran lebih jelas bagaimana outlook kebijakan yang akan diambil setelah resmi melakukan tapering di bulan ini.

Tetapi, yang paling menyita perhatian di depan depan yakni kemungkinan digantinya ketua The Fed, Jerome Powell.

Masa kepemimpinan Powell akan berakhir di bulan Februari tahun depan, dan keputusan untuk lengser atau melanjutkan ke periode ke dua ada di tangan Presiden AS Joe Biden.

Powell masih menjadi favorit untuk melanjutkan kepemimpinannya. Namun, Biden saat ini sudah mewawancarai Powell dan salah satu kandidat lainnya Lael Brainard, wanita yang sudah menjabat dewan gubernur The Fed sejak 2014.

Keputusan apakah Powell akan diganti atau tidak bisa terjadi di pekan ini, dan bisa memberikan dampak signifikan ke pasar finansial, volatilitas pun diperkirakan akan meningkat.

Brainard dianggap lebih dovish ketimbang Powell, artinya jika dia ditunjuk besar kemungkinan The Fed akan mempertahan suku bunga rendah lebih lama. Hal tersebut bisa membuat dolar AS merosot sementara rupiah berpeluang menguat.

Untuk saat ini, di bawah kepemimpinan Powell, pasar melihat The Fed akan mulai menaikkan suku bunga di semester II tahun depan.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Analisis Teknikal 

Secara teknikal, belum ada level-level yang harus diperhatikan. Rupiah masih dalam tekanan sebab berada di atas rerata pergerakan 50 hari (moving average 50/MA 50) di kisaran Rp 14.220/US$.

Level tersebut bisa menjadi kunci pergerakan rupiah di pekan ini.

Selain itu indikator Stochastic pada grafik harian bergerak turun dan semakin mendekati wilayah jenuh jual (oversold).

idrGrafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Foto: Refinitiv

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

Ketika USD/IDR mencapai oversold, maka kemungkinan akan berbalik naik, artinya risiko pelemahan rupiah semakin besar.

Seperti disebutkan sebelumnya, area MA 50 bisa menjadi kunci pergerakan. Jika tertahan di atasnya rupiah berisiko melemah ke Rp 14.300/US$ hingga Rp 14.310/US$ yang merupakan MA 100. Rupiah akan semakin terpuruk di pekan ini jika resisten selanjutnya di Rp 14.330/US$ yang merupakan MA 200 juga dijebol.

Sementara itu jika kembali ke bawah MA 50 rupiah berpeluang menguat ke Rp 14.180/US$. Penembusan di bawah level tersebut akan membuka peluang ke Rp 14.100 di pekan ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular