Current Account RI Surplus, Rupiah Malah KO di Jisdor & Spot

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
19 November 2021 15:30
Uang Edisi Khusus Kemerdekaan RI ke 75 (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)
Foto: Uang Edisi Khusus Kemerdekaan RI ke 75 (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Sempat menguat di awal perdagangan Jumat (19/11), rupiah akhirnya melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS). Padahal, data yang dirilis hari ini menunjukkan transaksi berjalan Indonesia mencetak surplus yang jumbo.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,18% ke Rp 14.200/US$. Sayangnya, level tersebut menjadi yang terkuat hari ini, setelahnya rupiah berbalik melemah 0,11% ke Rp 14.240/US$.

Di penutupan, rupiah berada di Rp 14.235/US$, melemah 0,07% di pasar spot.

Rupiah yang berada di zona merah nyaris sepanjang perdagangan membuat posisinya juga melemah di kurs tengah Bank Indonesia atau Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor). Data dari BI menunjukkan kurs Jisdor hari ini di Rp 14.237/US$, melemah 0,04% dibandingkan posisi kemarin.

Tidak hanya rupiah, mayoritas mata uang utama Asia juga melemah melawan dolar AS. Hingga pukul 15:16 WIB, hanya ringgit Malaysia dan dolar Taiwan yang menguat, itu pun tipis di bawah 0,1%.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.

Bank Indonesia (BI) melaporkan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) membukukan surplus sebesar US$ 10,7 miliar pada kuartal III-2021. Jauh membaik ketimbang kuartal sebelumnya yang defisit US$ 0,4 miliar.

"Kinerja NPI tersebut ditopang oleh transaksi berjalan yang mencatat surplus, berbalik dari triwulan sebelumnya yang tercatat defisit, serta surplus transaksi modal dan finansial yang makin meningkat," sebut keterangan tertulis BI, Jumat (19/11/2021).

Transaksi berjalan pada kuartal III-2021 mencatat surplus US$ 4,5 miliar atau 1,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Juga membaik ketimbang kuartal sebelumnya yang minus US$ 2 miliar (0,7% PDB).

Surplus di kuartal III-2021 tersebut menjadi yang tertinggi sejak kuartal IV-2009.

Kinerja transaksi berjalan terutama dikontribusikan oleh surplus neraca barang yang makin meningkat, didukung oleh kenaikan ekspor non-migas sejalan dengan masih kuatnya permintaan dari negara mitra dagang dan berlanjutnya kenaikan harga komoditas ekspor utama di pasar internasional.

Transaksi berjalan menjadi faktor yang begitu krusial dalam mendikte laju rupiah lantaran arus devisa yang mengalir dari pos ini cenderung lebih stabil.


HALAMAN SELANJUTNYA >>> Inflasi Tinggi dan Covid-19 Untungkan Dolar AS 

Indeks dolar AS yang bangkit setelah turun 2 hari beruntun cukup membebani rupiah. Hingga sore ini, indeks yang mengukur kekuatan dolar AS tersebut naik 0,06%.

Pasar yang dibayangi tingginya inflasi serta lonjakan kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) di Eropa, membuat dolar AS sebagai aset aman (safe haven) lebih diuntungkan ketimbang mata uang emerging market. Hal tersebut terlihat dari mata uang utama Asia yang mayoritas melemah.

Amerika Serikat, Inggris, zona euro, China dan beberapa negara lainnya semua mengalami inflasi tinggi.

Kenaikan inflasi juga disoroti Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebagai salah satu ancaman yang dihadapi Indonesia.

"Kita paham ada tantangan yang kita waspadai," ujar Sri Mulyani usai menyampaikan hasil sidang kabinet paripurna yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi), Rabu (17/11/2021)

"Untuk Indonesia harga di produsen mengalami kenaikan 7,3%. Kalau di Eropa kenaikan 16,3%, China 13,5%, dan di AS 8,6%, Korea Selatan 7,5%," jelasnya.
Dari inflasi tingkat produsen ini bisa merambat ke konsumen, sehingga bisa menggerus daya beli.

Sementara itu Jerman, raksasa ekonomi Benua Biru kembali mengalami serangan virus corona gelombang ke-4. Bahkan kemarin mencatat penambah kasus sebanyak 64.029 orang, tertinggi sepanjang pandemi. Jumlah tersebut naik 8 kali lipat ketimbang satu bulan lalu yang masih di bawah 7.000 orang per hari.

"Negara kita sedang dihantam gelombang ke-4 virus corona dengan kekuatan penuh," kata Kanselir Angela Merkel, sebagaimana diwartakan CNBC International, Rabu (17/11).
"Jumlah infeksi baru lebih tinggi dari sebelumnya... dan jumlah kematian harian juga menakutkan," tambahnya.

Merkel juga mengingatkan bagi warganya yang belum vaksinasi akan segera melakukan. Jerman saat ini melalukan pembatasan sosial bagi warganya belum melakukan vaksinasi.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Penyebab Rupiah Menguat 4 Pekan Beruntun, Terbaik di Asia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular