Jakarta, CNBC Indonesia - PT Bank Bumi Arta Tbk (BNBA) menjadi salah satu bank mini (dengan modal inti di bawah Rp 2 triliun) yang sedang mengejar ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) soal pemenuhan modal minimum Rp 2 triliun hingga akhir tahun ini. Untuk itu, saat ini Bank Bumi Arta sedang melaksanakan proses penambahan modal dengan memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) alias rights issue.
Berdasarkan laporan keuangan BNBA September 2021, modal inti perusahaan tercatat mencapai Rp 1,6 triliun yang berarti membutuhkan modal tambahan setidaknya Rp 400 miliar untuk mencapai target OJK.
Menurut prospektus Penawaran Umum Terbatas I yang terbit pada 28 Oktober 2021, BNBA akan menerbitkan sebanyak-banyaknya 750 juta saham baru dengan nilai nominal Rp100 per saham. Adapun harga pelaksanaan belum ditetapkan dalam prospektus tersebut.
Sebelumnya, aksi korporasi ini telah mendapat restu pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 25 Oktober 2021.
BNBA memperkirakan dapat mengantongi pernyataan efektif dari OJK untuk aksi ini pada 29 November mendatang.
Berdasarkan rencana perseroan, periode pelaksanaan HMETD dijadwalkan pada 13-17 Desember 2021.
Apabila pemegang saham tidak melaksanakan haknya, maka akan mengalami penurunan persentase kepemilikan saham (dilusi) sebesar maksimum 24,51%.
Dalam prospektus tersebut, tidak disebutkan mengenai adanya pembeli siaga.
Sementara, manajemen BNBA menyebutkan, apabila saham dalam rights issue ini tidak seluruhnya diambil oleh pemegang saham atau pemegang bukti HMETD, maka sisanya akan dialokasikan kepada pemegang saham lainnya yang melakukan pemesanan lebih besar dari haknya.
"Dana yang diperoleh dari hasil PUT I setelah dikurangi biaya-biaya emisi akan digunakan sebagai modal kerja Perseroan guna mendukung kegiatan usaha Perseroan sebagai Bank Umum Swasta Devisa, terutama dalam rangka pemberian kredit kepada nasabah yang akan direalisasikan secara bertahap, dan/atau belanja modal Perseroan untuk pengembangan digital banking," jelas BNBA, dikutip CNBC Indonesia, Kamis (18/11/2021).
Lalu, siapa pemilik BNBA?
BERSAMBUNG KE HALAMAN BERIKUTNYA >>>
Melansir data laporan bulanan registrasi pemegang saham KSEI, saham BNBA per 31 Oktober 2021 dipegang oleh PT Surya Husada Investment (SHI) sebanyak 45,45% dan PT Dana Graha Agung sebanyak 27,27% keduanya sebagai pengendali.
Selanjutnya muncul pula PT Budiman Kencana Lestari, yang juga termasuk pemegang saham pendiri, sebanyak 18,18% dan sisanya publik sebanyak 9,10%.
Mengacu pada data prospektus rights issue, persentase tersebut nantinya tidak akan berubah pasca-pelaksanaan rights issue, apabila semua pemegang saham akan melaksanakan seluruh HMETD-nya.
Selain itu, direksi dan komisaris BNBA juga turut memegang saham BNBA, dimana sang Presiden Komisaris Rachmat Mulia Suryahusada yang merupakan pengendali sekaligus komisaris SHI memegang 286.800 lembar atau 0,01%.
Direktur BNBA, mulai dari Hendrik Atmaja, Tan Hendra Jonathan dan Edwin Suryahusada juga menggenggam masing-masing 440.000 saham (0,02%), 225.000 saham (0,01%), dan 63.000 saham. Sementara, Presiden Direktur BNBA Wikan Aryono S memiliki 329.200 saham (0,01%).
Mari kita sedikit membahas soal Presiden Komisaris BNBA Rachmat Mulia Suryahusada.
Berdasarkan laporan tahunan BNBA 2020, Rachmat Mulia Suryahusada saat ini berusia sekitar 76 tahun dengan domisili di Jakarta. Rahmat menamatkan pendidikan S1-nya di Universitas Trisakti (1973) dan mendapatkan gelar Master of Business Administration dari Golden Gate University, San Francisco, USA (1987).
Rachmat memulai karir perbankan sebagai Komisaris Bank Bumi Arta pada tahun 1970-1972 dan Direktur pada tahun 1972-1976.
Ia kemudian diangkat sebagai Presiden Direktur Bank Bumi Arta pada tahun 1976-2007. Selain itu. beliau juga pernah menjabat sebagai Presiden Komisaris PT Asuransi Jiwa Bumiarta Reksatama pada tahun 1984-2000, Presiden Komisaris PT Asuransi Artarindo pada tahun 1985-2000, Komisaris Utama PT Bumi Arta Securindo pada tahun 1991-2000, Komisaris PT Balimor Finance pada tahun 1993-2000 dan Komisaris PT Surya Husada Investment (SHI) pada tahun 2008 hingga sekarang.
Saat ini, beliau menjabat sebagai Presiden Komisaris Bank Bumi Arta sejak tahun 2007.
Menurut penelusuran CNBC Indonesia, Rachmat juga tercatat pernah menjadi direksi di Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional Indonesia (Perbanas) dan Ikatan Bankir Indonesia.
Bank Bumi Arta saat awalnya bernama Bank Bumi Arta Indonesia didirikan di Jakarta pada tanggal 3 Maret 1967. Pada tanggal 18 September 1976, Bank Bumi Arta mendapat izin dari Menteri Keuangan Republik Indonesia untuk menggabungkan usahanya dengan Bank Duta Nusantara.
Penggabungan usaha tersebut bertujuan untuk memperkuat struktur permodalan, manajemen Bank, dan memperluas jaringan operasional Bank.
Delapan kantor cabang Bank Duta Nusantara di Jakarta, Bandung, Semarang, Surakarta, Surabaya, Yogyakarta dan Magelang menjadi kantor cabang Bank Bumi Arta. Kantor cabang Yogyakarta dan Magelang kemudian dipindahkan ke Medan dan Bandar Lampung hingga saat ini.
Saat ini, Bank BNBA memiliki 11 kantor cabang, dengan jumlah terbanyak ada di DKI Jakarta, yakni sebanyak 3 kantor cabang.
Selanjutnya Seiring dengan Kebijaksanaan Pemerintah melalui Paket Oktober (PAKTO) 1988 di mana perbankan diberikan peluang yang lebih besar untuk mengembangkan usahanya, dan berkat persiapan yang cukup lama dan terarah dari pengelola bank, maka pada tanggal 20 Agustus 1991 dengan persetujuan dari Bank Indonesia, Bank Bumi Arta menjadi Bank Devisa.
Bank Bumi Arta mulai melayani transaksi devisa dan hingga saat ini jaringan bank koresponden internasional Bank Bumi Arta mencakup sekitar 130 bank di berbagai benua di seluruh dunia.
Pada tanggal 1 Juni 2006 Bank Bumi Arta melaksanakan Penawaran Umum Perdana (IPO/Initial Public Offering) dengan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta sebanyak 210.000.000 saham atau sebesar 9,10% dari saham yang ditempatkan, sehingga sejak saat itu Bank Bumi Arta menjadi Perseroan Terbuka.
Ada Transaksi Jumbo di Pasar Negosiasi
Menjelang pelaksanaan rights issue, saham BNBA tercatat diperdagangkan di pasar negosiasi pada Rabu kemarin (17/11/2021).
Terpantau ada transaksi sebanyak 5,54 juta lot atau setara dengan 554 juta saham BNBA berpindah tangan di pasar negosiasi.
Jika dilihat volume sahamnya, maka transaksi ini kemungkinan besar melibatkan pemilik perusahaan (owner), mengingat porsinya mencapai 24% dari total saham outstanding.
Sebagai dijelaskan di atas, hampir 91% saham BNBA dikuasai oleh investor institusi yang berarti kurang dari 10% yang beredar di publik.
Transaksi ini melibatkan broker PT BCA Sekuritas (SQ) sebagai pihak penjual dan PT Ajaib Sekuritas (XC) sebagai pihak pembeli.
Saham BNBA diperdagangkan di harga Rp 1.345/unit atau hampir setara dengan dua kali nilai buku perusahaan (PBV 2x). Nilai transaksi mencapai Rp 746 miliar.
TIM RISET CNBC INDONESIA