Dana Asing Masuk Lagi, IHSG Kembali Pepet Rekor ATH

Putra, CNBC Indonesia
17 November 2021 09:16
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,25% ke level 6.667,86 pada pembukaan perdagangan Rabu (17/11/2021).

IHSG masih melanjutkan penguatannya hingga 09.10 WIB dengan apresiasi sebesar 0,33% ke level 6.674,54. Asing yang sudah 'jualan' dua hari beruntun juga terpantau kembali melakukan aksi beli. Asing terpantau net buy di pasar reguler sebesar Rp 41,34 miliar.

Saham yang paling banyak diborong asing adalah saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan net buy masing-masing sebesar Rp 11,5 miliar dan Rp 9,1 miliar.

Sedangkan saham yang banyak dilepas asing adalah saham PT Bank Raya Tbk (AGRO) dan PT Adaro Energy Tbk (ADRO) dengan net sell masing-masing sebesar Rp 4,9 miliar dan Rp 3,1 miliar.

Untuk perdagangan hari ini investor perlu mencermati beberapa sentiment. Wall Street yang kembali menguat pada perdagangan Selasa tentunya mengirim sentimen positif ke pasar Asia hari ini. IHSG berpeluang kembali melanjutkan penguatan. Ketika sentimen pelaku pasar sedang bagus, aset-aset berisiko dengan imbal hasil tinggi biasanya akan menjadi incaran.

Apalagi penguatan Wall Street ditopang oleh data penjualan ritel yang apik, menunjukkan kuatnya perekonomian Paman Sam.

Sementara itu di awal pekan ini, Presiden AS Joe Biden sudah menandatangani rancangan undang-undang (RUU) infrastruktur senilai US$ 1 triliun atau setara Rp 14.200 triliun (kurs Rp 14.200/US$). Dengan ditandatanganinya RUU dan menjadi Undang-Undang tersebut maka pendanaan untuk proyek infrastruktur akan cair dan tentunya bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi AS lebih tinggi lagi.

Namun, ada juga risikonya. Amerika Serikat saat ini sedang mengalami inflasi yang tinggi. Departemen Tenaga Kerja AS pada Rabu (10/11) melaporkan inflasi berdasarkanconsumer price index(CPI) bulan Oktober melesat 6,2%year-on-year(YoY), menjadi kenaikan terbesar sejak Desember 1990.

Sementara inflasi CPI inti yang tidak memasukkan sektor makanan dan energi dalam perhitungan tumbuh 4,6%, lebih tinggi dari ekspektasi 4% dan tertinggi sejak Agustus 1991.

Kebijakan fiskal era Biden tentunya membuat perekonomian AS kembali "banjir" duit, sehingga ada risiko inflasi akan tetap tinggi, bahkan tidak menutup kemungkinan semakin tinggi lagi.

Jika itu terjadi, maka The Fed bisa agresif dalam menaikkan suku bunga. Saat ini saja, pelaku pasar melihat The Fed akan menaikkan suku bunga sebanyak tiga kali tahun depan.

Bank Indonesia (BI) hari ini akan memulai Rapat Dewan Gubernur (RDG) hingga Kamis (18/11) besok, dan akan menjadi perhatian pelaku pasar. Hasil polling Reuters menunjukkan BI diperkirakan akan menahan suku bunga hingga akhir tahun depan, dan tetap memperhatikan arah kebijakan moneter The Fed.

Sejak pandemi penyakit virus corona (Covid-19) melanda, BI sudah memangkas suku bunga sebesar 150 basis poin menjadi 3,5% yang merupakan rekor terendah dalam sejarah. Dengan inflasi yang rendah dan nilai tukar rupiah yang cenderung stabil meski The Fed sudah melakukantapering, maka tekanan bagi BI untuk menaikkan suku bunga bisa dikatakan nihil.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sempat Dibuka Hijau, IHSG Sempat Sentuh Rekor Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular