Asing Cabut Rp 23 T dari Pasar Obligasi, Rupiah Sulit Menguat

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
16 November 2021 16:45
Dollar-Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Tapering yang dilakukan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau yang dikenal dengan Federal Reserve (The Fed) memang tidak menimbulkan gejolak di pasar finansial atau yang disebut dengan taper tantrum. Tetapi, kebijakan tersebut membuat rupiah kesulitan menguat.

Pada perdagangan Selasa (16/11), rupiah kembali melemah tipis 0,07% ke Rp 14.220/US$. Memasuki bulan November, rupiah langsung mengalami pelemahan cukup tajam. Sehari setelah The Fed mengumumkan tapering pada Kamis (4/11) rupiah menyentuh Rp 14.385/US$, level terlemah dalam lebih dari 2 bulan terakhir.

Setelahnya rupiah memang mampu bangkit, meski masih berfluktuasi.

Salah satu penyebabnya, investor asing yang keluar dari pasar obligasi Indonesia. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, terjadi capital outflow dari pasar obligasi sebesar Rp 23 triliun pada periode 1 - 11 November.

Keluarnya investor asing dari pasar obligasi menyusul kenaikan yield obligasi AS (Treasury), sebagai respon tapering The Fed dan ekspektasi kenaikan suku bunga.
Pasar melihat, inflasi yang tinggi akan membuat bank sentral AS (The Fed) akan menaikkan suku bunga di tahun depan.

Berdasarkan perangkat FedWatch miliki CME Group, pasar kini melihat ada probabilitas The Fed akan menaikkan suku bunga sebanyak 3 kali di tahun depan.

cmeFoto: CME Group

Suku bunga The Fed saat ini di 0% - 0,25%, sementara di Desember 2022, pasar melihat ada probabilitas sebesar 30,3% suku bunga The Fed di 0,75% - 1,00%. Saat bank sentral paling powerful di dunia ini menormalisasi suku bunganya, kenaikan akan dilakukan sebesar 25 basis poin (0,25%). Artinya, jika suku bunga diperkirakan 0,75%-1,00% di akhir 2022 maka ada 3 kali kenaikan.

Ekspektasi kenaikan suku bunga tersebut terbilang agresif, sebab bisa terjadi dalam tempo 6 bulan saja yakni di semester II-2021.

Tapering The Fed saat ini senilai The Fed saat ini senilai US$ 15 miliar setiap bulannnya, dan mulai dilakukan November ini. NIlai QE The Fed saat ini sebesar US$ 120 miliar, sehingga perlu waktu 8 bulan agar menjadi nol, artinya QE akan selesai di bulan Juni.

The Fed diperkirakan akan menaikkan suku bunga pertamanya sebulan setelahnya.

Jika itu terjadi, selisih yield di Amerika Serikat dan Indonesia akan menyempit, sehingga kurang menguntungkan bagi pasar obligasi dalam negeri. Alhasil, terjadi capital outflow yang besar.

Di pasar saham di pasar saham, satu bulan terakhir memang terjadi capital inflow sebesar Rp 5 triliun, tetapi dalam 2 hari perdagangan di pekan ini sudah terjadi outflow lebih dari Rp 600 miliar. Alhasil rupiah pun kesulitan menguat.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Penyebab Rupiah Menguat 4 Pekan Beruntun, Terbaik di Asia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular