
IHSG Tampak Sulit Capai Rekor, Meski Dibuka dari Zona Hijau

Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali pekan ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka bergerak di jalur hijau. IHSG terpantau naik 0,16% ke level 6.661,85 pada pembukaan perdagangan Senin (15/11/2021).
Akhir pekan lalu IHSG ditutup dengan koreksi 0,6% dan terlempar dari level All Time High (ATH)-nya di 6.710. Namun hingga 09.03 WIB, IHSG masih bergerak di zona apresiasi dengan penguatan 0,16% sama seperti pembukaan, meskipun demikian memasuki menit ke 11 perdagangan IHSg sudah balik ke zona merah dengan pelemahan 0,02% di angka 6.649,22.
Asing pun terpantau keluar dari saham-saham domestik. Ini tercermin dari transaksi net sell asing di pasar reguler yang mencapai Rp 48 miliar. Namun net sell asing tersebut masih tergolong kecil.
Saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) menjadi dua saham yang paling banyak dikoleksi asing dengan net buy masing-masing sebesar Rp 12,6 miliar dan Rp 1,5 miliar.
Sementara itu asing justru melepas saham PT Bank Rakyat Indoensia Tbk (BBRI) dan PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN) dengan net sell masing-masing sebesar Rp 7,7 miliar dan Rp 7,3 miliar.
Untuk perdagangan hari ini pasar patut memantau beberapa sentimen. Pertama tentu terkait Wall Street. Pekan lalu tiga indeks acuan bursa saham New York ditutup menguat.
Indeks Nasdaq Composite memimpin penguatan dengan kenaikan 1%. Sementara itu indeks Dow Jones dan S&P 500 tercatat menguat masing-masing sebesar 0,5% dan 0,72%.
Inflasi yang naik tinggi di AS dan China memang masih menjadi perhatian pasar. Salah satu penyebab kenaikan inflasi di berbagai negara di belahan dunia adalah kenaikan harga komoditas.
Namun sebagai negara eksportir komoditas, naiknya harga dan permintaan justru menguntungkan karena dapat meningkatkan ekspor. Di sisi lain mobilitas yang terbatas membuat impor tak akan naik signifikan. Alhasi Indonesia berhasil mencatatkan surplus dari pos perdagangan internasional.
Setidaknya itulah tren yang terjadi di sepanjang 2021 ini. Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data perdagangan internasional Indonesia periode Oktober 2021. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor tumbuh 46,06% dibandingkan Oktober 2020 (year-on-year/yoy). Melambat dibandingkan September yang tumbuh 47,64%.
Sedangkan impor diperkirakan tumbuh 58,35%. Jauh lebih tinggi ketimbang bulan sebelumnya yang tumbuh 40,31%.
Meski impor tumbuh lebih cepat ketimbang ekspor, tetapi neraca perdagangan diperkirakan masih surplus US$ 3,89 miliar. Kalau terwujud, maka neraca perdagangan Indonesia akan mengalami surplus selama 18 bulan beruntun alias 1,5 tahun.
Surplus neraca dagang setidaknya akan membantu menguatkan transaksi berjalan Indonesia yang selama ini jebol. Defisit yang menipis akan membantu rupiah menjadi lebih stabil dan tak mudah terdepresiasi terhadap dolar AS.
Stabilitas rupiah setidaknya menjadi modal yang akan membuat investor asing melirik aset-aset keuangan dalam negeri karena mata uang yang stabil membuat risiko berinvestasi di suatu negara menjadi lebih minim.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sempat Dibuka Hijau, IHSG Sempat Sentuh Rekor Lagi