
Gegara Inflasi, Dolar Singapura Akhirnya Menguat Lawan Rupiah

Jakarta, CNBC Indonesia - Hingga perdagangan Kamis kemarin, kurs dolar Singapura sudah turun 3 hari beruntun melawan rupiah, dan baru bisa bangkit pada perdagangan Kamis (11/11). Rupiah sedang mengalami tekanan akibat inflasi tinggi yang melanda beberapa negara, sehingga memicu kecemasan akan stagflasi.
Pada pukul 11:32 WIB, SG$ 1 setara Rp 10.543,79, dolar Singapura menguat 0,13% di pasar spot, melansir data Refintiv. Sementara dalam 3 hari terakhir, dolar Singapura tercatat melemah 0,72%.
Inflasi tinggi yang melanda berbagai negara, termasuk China dan Amerika Serikat (AS) membuat sentimen pelaku pasar memburuk. Apalagi, risiko terjadinya stagflasi, yakni stagnannya pertumbuhan ekonomi disertai dengan tingginya inflasi semakin meningkat.
Kecemasan stagflasi tersebut membuat sentimen pelaku pasar memburuk, dan kurang menguntungkan bagi rupiah.
Di sisi lain, Singapura juga mengalami kenaikan inflasi, yang sudah direspon oleh Monetary Authority of Singapore/MAS) dengan mengetatkan kebijakan moneternya pada pertengahan Oktober lalu.
Sebaliknya, di Indonesia inflasi masih cukup rendah. Di awal bulan ini Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi Oktober 2021 mencapai 0,12% month-to-month (MtM) dan 1,66% secara year-on-year (YoY). Adanya inflasi dipengaruhi oleh kenaikan tarif pada sektor transportasi.
Rilis inflasi tersebut lebih tinggi ketimbang konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan terjadi inflasi 0,09% MtM dan 1,63% YoY.
Sementara itu inflasi inti yang tumbuh 1,33% YoY, lebih tinggi dari sebelumnya 1,2% YoY, tetapi lebih rendah dari konsensus 1,36% YoY.
Inflasi di Indonesia tersebut masih jauh dari target Bank Indonesia (BI) yakni 3% plus minus 1%. Sehingga belum ada tekanan BI untuk mengetatkan moneter.
Dalam kondisi tersebut, rupiah kurang diuntungkan, sebab BI akan tertinggal dari MAS dalam mengetatkan kebijakan moneter.
Salah satu pejabat MAS, Ravi Menon, mengatakan otoritas saat ini sedang mengamati tanda-tanda inflasi semakin meningkat dan siap untuk bertindak guna meredamnya.
"Secara keseluruhan, saya akan mengatakan risiko yang dihadapi perekonomian saat ini beralih ke inflasi. Kami akan mengamati dengan seksama risiko inflasi yang semakin tinggi, dan kami siap untuk bertindak," kata Menon dalam wawancara dengan Bloomberg TV, sebagaimana diwartakan The Straits Times, Selasa (2/11).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kurs Dolar Singapura Pagi Jeblok Siang Naik, Ini Penyebabnya!
