
'Disulut' Harga Timah, Laba PT Timah Q3 Tembus Rp 612 M

Jakarta, CNBC Indonesia - Perusahaan pertambangan pelat merah, PT Timah Tbk (TINS) telah mencatatkan laba bersih pada akhir kuartal III-2021 lalu senilai Rp 611,98 miliar. Pada periode yang sama tahun sebelumnya perusahaan masih mencatatkan kerugian senilai Rp 255,15 miliar.
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, laba rugi per saham juga membaik menjadi laba Rp 82/saham dari sebelumnya rugi Rp 34/saham.
Laba bersih emiten anak usaha MIND ID (Inalum) ini berhasil dikantongi kendati pendapatan usaha di periode ini turun 18,72% year on year (YoY) menjadi Rp 9,69 triliun, dari sebelumnya Rp 11,93 triliun di akhir September 2020 lalu.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT Timah Wibisono mengatakan perusahaan juga mengalami peningkatan profitabilitas yang signifikan dengan capaian EBITDA pada sembilan bulan pertama tahun ini sebesar Rp 1,813 triliun atau naik 108% dari periode yang sama tahun lalu Rp 870 miliar.
Dia menjelaskan, perusahaan mencatat Gross Profit Margin sebesar 20,6% dari sebelumnya di 2020 sebesar 6% dan Net Profit Margin sebesar 6,3% dari minus 2,1%).
Dari sisi keuangan lainnya, di periode ini, tercatat nilai aset TINS menjadi sebesar Rp 13,80 triliun, turun dari posisi akhir Desember 2020 yang senilai Rp 14,51 triliun. Aset lancar tercatat mencapai Rp 6,94 triliun dan aset tak lancar sebesar Rp 6,86 triliun.
Di pos liabilitas, terjadi penurunan hingga kuartal III-2021 menjadi Rp 8,21 triliun dari sebelumnya Rp 9,57 triliun. Liabilitas jangka pendek tercatat sebesar Rp 6,65 triliun dan liabilitas jangka panjang ditutup di angka Rp 2,55 triliun.
Tercatat Debt to Equity Ratio (DER) sebesar 90,2%, membaik dari posisi 141,9% di akhir tahun lalu.
Ekuitas perusahaan di akhir September 2021 lalu mencapai Rp 5,58 triliun, turun dari posisi akhir Desember 2020 yang sebesar Rp 4,94 triliun.
Kinerja Operasional
Sepanjang Januari-September 2021 perusahaan memproduksi bijih timah sebanyak 17.929 ton atau turun 48% dari periode yang sama tahun lalu sebanyak 34.614 ton. Sebanyak 44% berasal dari penambangan darat, dan 56% berasal dari penambangan laut.
Sedangkan produksi logam timah mencapai 19.120 metrik ton atau turun 49% dari tahun lalu yang sebanyak 37.588 metrik ton.
"Penurunan produksi bijih timah ini masih terkait dengan adanya pandemi covid-19 dan dinamika penambangan bijih timah di darat," kata Wibisono dalam siaran persnya, Kamis (11/11/2021).
Penjualan logam timah pada tahun ini mencapai 19.059 metrik ton atau turun 58% dari 45.548 metrik ton. Meskipun volume penjualan menurun, perusahaan mencatatkan harga jual rerata logam timah pada 9M21 sebesar US$ 30.158 per metrik ton atau naik secara signifikan sekitar 79% dari US$ 16.832 per metrik ton.
"Besarnya permintaan timah dari negara manufaktur di dunia diprediksi akan membuat harga logam timah masih bertahan di kisaran US$ 30 ribu sampai dengan akhir tahun 2021. Hal ini memberikan optimisme terhadap pencapaian kinerja TINS yang semakin memikat."
Wibisono menjelaskan, pulihnya ekonomi yang salah satunya ditandai dengan peningkatan konsumsi terhadap tin-related products antara lain produk elektronik membuat permintaan atas komoditas timah melesat, namun tak seirama dengan produksi yang masih landai.
Pada periode 9 bulan pertama tahun ini, harga rerata logam timah Bursa LME (London Metal Exchange) sebesar US$ 30.550, dengan level tertinggi pada US$ 37.600 dan di level terendah pada US$ 20.965.
Sampai dengan September 2021 Asia masih menjadi destinasi utama ekspor timah TINS dengan kontribusi 53%, disusul Eropa 31% dan Amerika 11%. Adapun 5 besar negara destinasi ekspor timah TINS secara berurutan adalah Korea Selatan 18%, Belanda 17%, Jepang 16%, Amerika Serikat 11% dan Italia 6%.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Duet Indonesia-China Dorong Timah Dekati Rekor Tertinggi