Kapitalisasi Pasar Rp 100 T

Market Cap Unilever Gak Gerak, Chandra Asri Menguap Rp 9 T

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
08 November 2021 11:35
Unilever (REUTERS/Philippe Wojazer)
Foto: Unilever (REUTERS/Philippe Wojazer)

Jakarta, CNBC IndonesiaIndeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada pekan lalu kembali terkoreksi akibat pasar merespons negatif dari data pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kembali melambat pada kuartal ketiga tahun 2021.

Indeks bursa saham acuan nasional tersebut melemah 0,15% secara point-to-point pada pekan lalu. Pada perdagangan Jumat (5/11/2021), IHSG ditutup turun tipis 0,07% ke level 6.581,79.

Nilai transaksi pada pekan lalu tercatat mencapai Rp 55,93 triliun. Investor asing masih melakukan aksi beli bersih (net buy) pada pekan lalu, tetapi angkanya kembali mengalami penurunan.

Data pasar mencatat net buy asing pekan lalu mencapai Rp 607,92 miliar di pasar reguler. Sementara pekan sebelumnya tercatat sebesar Rp 743 miliar.

Menurut data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), total 10 besar saham berkapitalisasi pasar terbesar (big cap) pada akhir pekan lalu tercatat menurun menjadi Rp 3.267 triliun, dari pekan sebelumnya sebesar Rp 3.297 triliun.

Perkembangan Market Cap Emiten Big Cap 10 Besar (RP T)

No.Emiten5 Nov 2021No.Emiten29 Okt 2021No.Emiten22 Okt 2021
1.BCA/BBCA9091.BCA/BBCA9121.BCA/BBCA918
2.Bank BRI/BBRI6362.Bank BRI/BBRI6382.Bank BRI/BBRI660
3.Telkom/TLKM3733.Telkom/TLKM3763.Telkom/TLKM383
4.Bank Mandiri/BMRI3284.Bank Mandiri/BMRI3314.Bank Mandiri/BMRI333
5.Astra/ASII2405.Astra/ASII2445.Astra/ASII250
6.Bank Jago/ARTO2086.Bank Jago/ARTO2136.Bank Jago/ARTO204
7.Unilever/UNVR1697.Unilever/UNVR1697.Unilever/UNVR185
8.Chandra Asri/TPIA1558.Chandra Asri/TPIA1648.Chandra Asri/TPIA163
9.Bank BNI/BBNI1289.Bank BNI/BBNI1299.Bank BNI/BBNI138
10.Emtek/EMTK12110.Sampoerna/HMSP12010.Sampoerna/HMSP130

Sumber: BEI, berdasarkan data harga saham, Jumat (5/11/2021)

Berdasarkan data di atas, hampir kesepuluh saham big cap mengalami penurunan, hanya satu saham yang kapitalisasi pasarnya (market cap) stagnan dan satu saham yang baru masuk ke dalam 10 besar pada pekan lalu.

Adapun market cap yang stagnan yakni saham PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), yakni masih sebesar Rp 169 triliun. Sedangkan saham yang kembali masuk ke 10 besar yakni saham PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK), dengan market cap-nya sebesar Rp 121 triliun.

Market cap saham PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) menjadi yang paling besar penurunannya pada akhir pekan lalu, yakni turun Rp 9 triliun menjadi Rp 155 triliun.

Sedangkan penurunan market cap yang paling rendah dibukukan oleh saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) yang turun hanya Rp 1 triliun menjadi Rp 128 triliun.

Sementara untuk saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) mengalami penurunan yang sama besar, yakni turun Rp 3 triliun.

Kapitalisasi pasar atau market cap adalah nilai pasar dari sebuah emiten, perkalian antara harga saham dengan jumlah saham beredar di pasar, semakin besar nilai market cap emiten maka pengaruh pergerakannya juga besar terhadap pergerakan IHSG.

NEXT: Cek Sentimen Pasar Sepekan

Melemahnya IHSG pada pekan lalu kembali memperlebar jarak dengan rekor tertinggi sepanjang masanya yang nyaris dipecahkan pertengahan pekan lalu ketika IHSG reli di zona hijau dalam lima hari perdagangan beruntun. Untuk diketahui rekor tertinggi sepanjang masa 6.693,466 yang dicapai pada 20 Februari 2018.

Mengawali bulan November, performa indeks bursa saham acuan Tanah Air tersebut memang kurang oke, karena sepanjang bulan Oktober, IHSG sudah mengalami kenaikan cukup signifikan. Secara musiman IHSG juga cenderung memberikan return bulanan negatif pada November dalam satu dekade terakhir.

Selain itu sentimen pasar yang hadir juga kurang mendukung. investor sepertinya perlu mewaspadai ancaman baru selepas pandemi virus corona (Covid-19), seperti krisis energi, gangguan rantai pasokan, dan pengetatan kebijakan moneter.

Peningkatan permintaan ternyata tidak bisa berjalan seiring dengan tambahan pasokan. Apalagi krisis energi melanda berbagai negara, sehingga menghambat proses produksi. Selain kebijakan moneter negara adidaya juga turut mempengaruhi pergerakan pasar modal.

Pekan lalu di China, terjadi keterbatasan pasokan bahan baku, tenaga kerja, plus krisis energi membuat biaya produksi membengkak. Inflasi di tingkat produsen (producer price index/PPI) China pun melonjak tajam. Inflasi yang tinggi akan membuat pertumbuhan ekonomi melambat. Risiko stagflasi pun kian nyata.

Sentimen selanjutnya datang dari Amerika Serikat (AS), menyusul pengumuman bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang akan melaksanakan pengurangan pembelian obligasi atau tapering pada akhir bulan ini sebesar US$ 15 miliar per bulan secara bertahap hingga pertengahan tahun 2022.

Namun sepertinya, pasar tidak bereaksi negatif seperti pada tahun 2013 silam. Bahkan pasar saham Negeri Paman Sam (Wall Street) justru ditutup menguat setelah pengumuman tersebut.

Kenaikan harga saham di Wall Street tersebut menjadi katalis positif bagi IHSG yang menguat pada penutupan perdagangan Rabu (3/11/2021) dan Kamis (4/11/2021). Selain itu pasar juga sebenarnya sudah mengantisipasi adanya tapering.

Terakhir dan yang paling anyar adalah sentimen negatif yang datang dari dalam negeri, memaksa IHSG melemah pada penutupan perdagangan Jumat (5/11/2021) akhir pekan lalu.

IHSG gagal mempertahankan penguatannya karena investor cenderung merespons negatif dari data pertumbuhan ekonomi RI pada kuartal III-2021.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekonomi RI tumbuh 3,51% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada kuartal III-2021, lebih rendah dari median proyeksi pasar yang dihimpun CNBC Indonesia di 3,61% (yoy).

Perlambatan pertumbuhan tersebut dipicu oleh adanya pengetatan aktivitas masyarakat akibat serangan gelombang kedua virus corona (Covid-19) yang terjadi di bulan Juli-Agustus lalu. Hal tersebut tercermin dari penurunan mobilitas publik di berbagai tempat.

Dampak dari Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat terhadap sektor manufaktur jelas terasa. Di bulan Juli dan Agustus saja, Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Manager's Index/PMI) manufaktur Indonesia tercatat mengalami kontraksi. Artinya pembacaan angka PMI berada di bawah 50.

Sementara itu, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) juga ambles ke bawah 100 yang mengindikasikan sikap konsumen yang pesimis. Indeks Penjualan Riil yang mencerminkan sektor ritel di kuartal III juga menurun.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Market Cap BBCA Masih Bertengger di Atas, BBRI Melonjak

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular