IPO Jumbo Mitratel, Seperti Apa Industri Menara Telko RI?

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
03 November 2021 13:15
Dok Solusi Tunas Pratama
Foto: Dok Solusi Tunas Pratama

Jakarta, CNBC Indonesia - Konsolidasi perusahaan telekomunikasi belakangan ini kian marak. Hal ini juga diprediksi akan diikuti oleh konsolidasi perusahaaan menara di tanah air agar lebih efisien.

Seperti diketahui, perusahaan menara telekomunikasi BUMN, PT Dayamitra Telekomunikasi (Persero), juga berencana mengakuisisi sebanyak 6.000 menara baru setelah melangsungkan penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO).

Rencananya, dana akuisisi menara tersebut akan bersumber dari perolehan IPO. Seperti diketahui, Mitratel berencana menawarkan sebanyak 25,54 miliar saham atau sebanyak-banyaknya 29,85% dengan harga saham ini ditawarkan pada kisaran harga Rp 775-Rp 975/saham.

Dengan demikian, perusahaan berpotensi memperoleh dana senilai Rp 19,79 triliun hingga Rp 24,90 triliun dari penawaran umum ini. Berdasarkan porspektus, perseroan akan mengalokasikan 56% dari dana IPO untuk ekspansi anorganik atau sekitar Rp 11,08 triliun sampai dengan Rp 13,94 triliun.

Direktur Investasi Mitratel, Hendra Purnama mengatakan, dalam akuisisi menara tersebut, perseroan tidak hanya akan membeli menara dari Telkomsel, perusahaan yang masih terafiliasi dengan Grup Telkom, melainkan juga terbuka melakukan konsolidasi dengan perusahaan menara telekomunikasi lainnya di Indonesia.

"Jumlah tower perkiraan yang akan akuisisi sekitar 6.000 tower, itu capex yang kita siapkan dari dana dari iPO ini," kata Hendra, dalam konferensi pers, pekan lalu.

Hendra menambahkan, konsolidasi di sektor perusahaan menara diharapkan akan menciptakan industri yang lebih efisien dan berimbas positif bagi para pelaku industri menara.

"Kita tidak membatasi akuisisi ini dari Telkomsel atau Telkom, tapi bisa akuisisi dari pihak manapun," ujarnya.

Analis Verdana Nomura Raymond Kosasih mengungkapkan, potensi bisnis menara di tanah air masih berpotensi tumbuh. Sebab, dalam beberapa tahun terakhir, pertumbuhan trafik data di Indonesia berkisar 40-50%.

Ditambah dengan keterbatasan jumlah spektrum/frekuensi, sehingga kebutuhan akan menara bakal tetap tinggi pada masa mendatang. Hal ini membuka ruang bagi pelaku industri menara melakukan konsolidasi.

"Saat ini, melalui kajian kami, penetrasi jumlah menara di Indonesia termasuk rendah dibandingkan beberapa negara, seperti Brasil dan/atau India. Ratio populasi per menara di Indonesia masih termasuk yang tinggi di kisaran 2,250 dibandingkan Brasil dan India yang berkisar 2,100," kata Raymond kepada CNBC Indonesia, Rabu (3/11/2021).

Menurutnya, ini bisa menjadi peluang bagi Mitratel, yang meskipun mayoritas sahamnya dikuasai oleh Telkom, perseroan tetap menjaring operator-operator lainnya di luar Grup Telkom sebagai tenant, baik dalam built-to-suit (membangun menara baru) dan/atau co-location (co-lo).

Operator-operator di luar Grup Telkom juga sangat terbuka untuk melakukan co-location di menara-menara milik Mitratel. Sebagai bukti, atas menara-menara yang dimiliki oleh Mitratel dari tahun 2010 memiliki rasio co-lo di kisaran 1,9 kali, lalu 1,7 kali untuk menara yang dimiliki sejak 2011, dan seterusnya.

Sementara itu, Research Analyst Indo Premier Sekuritas Hans Tantio menyebutkan, industri tower masih memiliki ruang pertumbuhan yang cukup baik, apalagi sebentar lagi Indonesia akan memasuki era teknologi 5G.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular