Hati-hati! Ini Risiko Mengintai Bank Digital di Masa Depan

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
Rabu, 03/11/2021 13:30 WIB

Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah prospek cerah industri perbankan RI di era digital saat ini, terdapat sejumlah tantangan dan risiko yang siap mengintai kapan saja yang perlu diwaspadai oleh pelaku perbankan, mulai dari kebocoran data nasabah hingga risiko serangan siber.

Menurut penjelasan OJK dalam Cetak Biru Transformasi Digital Perbankan, terdapat sejumlah potensi dan peluang digital bagi perbankan di era revolusi industri 4.0 ini.

Pertama, soal struktur demografi Indonesia didominasi oleh Generasi Z (perkiraan usia sekarang 8-23 tahun), Generasi Milenial (24-39 tahun), dan Generasi X (40-55 tahun), yang dianggap melek digital.


Kedua, potensi ekonomi digital RI yang kian tumbuh dan merupakan negara dengan perkembangan ekonomi digital terbesar di kawasan Asia Tenggara.

Nilai transaksi ekonomi digital Indonesia merupakan yang tertinggi di kawasan ASEAN, yakni mencapai US$44 miliar. Nilai ekonomi digital RI diprediksi akan mencapai US$124 miliar pada tahun 2025.

Ketiga, potensi penetrasi penggunaan internet. Menurut data We Are Social dan Hootsuite (2021), penetrasi pengguna internet di Indonesia telah mencapai 202,6 juta jiwa atau 73,7% pada Januari 2021. Angka ini meningkat 15,5% dari Januari 2020.

Keempat, mengenai populasi masyarakat yang belum punya rekening bank (unbanked) dan memiliki keterbatasan akses terhadap layanan keuangan (underbanked) di Indonesia yang masih tinggi dengan jumlah masing-masing mencapai 92 juta jiwa dan 47 juta jiwa (menurut data Bain, Google, dan Temasek, 2019). Angka tersebut tertinggi di kawasan ASEAN.

Kelima, soal perilaku digital masyarakat--penggunaan gawai untuk berkomunikasi dan berbelanja, misalnya--yang terbilang semakin intens. Hal tersebut juga turut mendorong peningkatan tren yang tercermin dari tren kenaikan transaksi e-commerce (e-niaga), digital banking, dan uang elektronik dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir.

Lalu, apa saja tantangan bagi industri perbankan di era serba internet saat ini?

Menurut catatan OJK, ada beberapa tantangan bagi upaya transformasi digital perbankan ke depan, mulai dari perlindungan data pribadi dan risiko kebocoran data, risiko serangan siber, literasi keuangan digital yang masih rendah, hingga infrastruktur teknologi informasi yang belum merata di Indonesia.

Mari kita bahas satu per satu secara singkat.

Pertama, mengenai perlindungan data pribadi dan risiko kebocoran data nasabah.

Mengutip OJK, perlindungan data pribadi nasabah akan sangat mempengaruhi perkembangan layanan perbankan digital ke depan. Dalam hal ini, perlindungan tersebut merupakan faktor penentu akan adanya kepercayaan daring (online trust) yang menjadi hal penting dalam transaksi digital.

Karenanya, ancaman-ancaman yang timbul dari lemahnya perlindungan data pribadi nasabah tersebut akan sangat berdampak pada perkembangan layanan perbankan digital.

Uni Eropa (UE) adalah kawasan yang patut dicontoh perihal perlindungan data pribadi.

Uni Eropa memiliki European Union General Data Protection Regulation (EU GDPR) yang sebuah peraturan tentang perlindungan data pribadi yang diterapkan bagi seluruh perusahaan di dunia yang menyimpan, mengolah, dan memproses data pribadi penduduk dari 28 negara yang tergabung dalam Uni Eropa.

Menurut penjelasan OJK, perusahaan-perusahaan Eropa yang beroperasi di Indonesia patuh kepada aturan EU GDPR. Ini karena di dalamnya juga diatur terkait kegiatan perusahaan Eropa di luar wilayah Uni Eropa.

Sayangnya, sejumlah perusahaan lokal Indonesia justru belum sama sekali mengadopsi kebijakan perlindungan data pribadi dalam kebijakan internalnya (berdasarkan riset Reynaldi dan Tifana, 2020).

Nah, belum tersedianya payung hukum yang mengatur terkait perlindungan data pribadi menjadi alasan utama mengapa perusahaan lokal belum selaras dengan aturan perlindungan data

Berdasarkan hemat OJK, dalam konteks industri perbankan ke depan, dengan semakin tingginya dorongan akan integrasi layanan perbankan digital dalam sistem ekonomi digital, adopsi regulasi internasional mengenai perlindungan data pribadi untuk konsumen perbankan menjadi hal yang tidak bisa ditawar lagi.

Tanpa adanya regulasi yang mengatur perlindungan data nantinya akan menimbulkan ancaman terkait privasi dan pengelolaan data pribadi seperti kebocoran data.

Apalagi, ancaman kebocoran data semakin mengemuka seiring dengan semakin berkembangnya ekonomi digital di Indonesia.

Sepanjang tahun lalu, menurut catatan OJK berdasarkan pemberitaan media massa, telah terjadi serangkaian kasus kebocoran data, baik yang dialami pemerintah maupun perusahaan swasta seperti platform e-commerce.

Ambil contoh, pada 2020, ada sebanyak 91 juta data pengguna dan lebih dari tujuh juta data merchant e-commerce Tokopedia dikabarkan dijual di situs gelap (dark web).

Contoh lainnya, pada tahun lalu juga ada kebocoran 279 juta data penduduk yang dibobol dari halaman BPJS Kesehatan.

Kemudian, ada sekitar 2,9 juta data pengguna platform fintech Cermati dikabarkan diretas dan dijual secara bebas melalui forum hacker bersama 34 juta data dari 17 perusahaan lain.


(adf/adf)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Ekonomi Sulit, Begini Cara Bank Digital Gaet Nasabah Baru 2025

Pages