
Hati-hati Gengs, November Biasanya Tidak Bersahabat Buat IHSG

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham domestik mencatatkan kinerja negatif di awal bulan November ini. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah melemah lebih dari 1% dalam dua hari terakhir.
Di hari pertama bulan ini tepatnya pada Senin (1/11), IHSG ambles 0,53% dan terlempar dari level psikologis 6.600 ke 6.552,89. Kemarin (2/11), indeks anjlok semakin dalam dengan koreksi 0,91% dan terlempar menjauhi level psikologis 6.500 ke 6.493,28.
Memang secara historis bulan November bukanlah bulan baik untuk pasar saham Tanah Air. Sejak tahun 2009, IHSG cenderung memberikan return bulanan negatif di bulan ke-11. Rata-rata koreksinya di angka 0,4%.
Dalam kurun waktu 12 tahun tersebut, IHSG tercatat membukukan pelemahan sebanyak 8 kali. Artinya hanya 4 kali saja IHSG berhasil membukukan apresiasi di bulan November. Jika dikalkulasi dengan perhitungan matematika sederhana, peluang IHSG ambles di bulan November mencapai 67%.
Koreksi paling parah indeks di bulan November terjadi pada tahun 2013. Saat itu kinerja bulanan IHSG minus 5,6%. Sentimen tapering yang dilakukan oleh bank sentral AS, The Fed menjadi pemicu anjloknya harga saham dalam negeri.
Adanya pengumuman tapering sejak pertengahan tahun 2013 memicu asing untuk menarik dana investasi portofolionya di aset-aset keuangan Indonesia, termasuk saham. Outflows menjadi pemicu koreksi harga aset kala itu.
Sementara itu anomali terjadi pada bulan November tahun lalu. IHSG justru menguat 9,4% secara bulanan. Anomali ini disebabkan karena investor sudah mulai teradaptasi dengan kondisi pandemi Covid-19 dan berita positif terkait vaksinasi terus berseliweran sehingga memantik risk appetite investor.
Tahun | Kinerja IHSG November |
2009 | +2,0 |
2010 | -2,9 |
2011 | -2,0 |
2012 | -1,7 |
2013 | -5,6 |
2014 | +1,2 |
2015 | -0,2 |
2016 | -4,6 |
2017 | -0,9 |
2018 | +3,8 |
2019 | -3,5 |
2020 | +9,4 |
Average | -0,4 |
Untuk tahun ini, temanya mirip dengan tahun 2013. Besok The Fed diperkirakan bakal memberikan detail rencana tapering. Namun banyak analis memandang bahwa tapering kali ini tak akan se-heboh tujuh tahun silam karena inflow akibat injeksi likuiditas The Fed (Quantitative Easing/QE) tak terlalu agresif dan didukung oleh basis investor domestik yang lebih kuat.
Faktor seasonality memang berpengaruh kepada psikologi pasar. Peluang koreksi IHSG di bulan ini sejatinya masih terbuka. Apalagi setelah melihat kinerja indeks yang mantap bulan lalu.
Di bulan Oktober IHSG sukses menguat dan mengalami gain nyaris 5% karena di awal Oktober indeks masih di bawah level psikologis 6.300 tetapi di akhir bulan indeks sangat mepet ke level 6.600.
Harga suatu aset tak bisa menguat terus-menerus. Penguatan yang tinggi dimanfaatkan oleh para trader untuk merealisasikan cuan. Aksi jual akibat profit taking inilah yang bakal menjadi sentimen untuk menggerus indeks.
Setidaknya koreksi sehat akan membawa indeks kembali ke level 6.400 atau setara dengan penurunan sebesar 2,9%. Namun pelemahan IHSG di bulan November justru menjadi peluang untuk membeli harga saham-saham blue chip di harga murah. Alasannya sederhana, biasanya di akhir tahun ada fenomena window dressing.
Secara sederhana window dressing adalah sebuah aksi yang dilakukan oleh para pengelola dana untuk melakukan permak pada portofolionya sehingga terlihat lebih cantik. Sejak tahun 2009 pun rerata imbal hasil bulanan IHSG di Desember cenderung positif 3,5%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sempat Dibuka Hijau, IHSG Sempat Sentuh Rekor Lagi