Emiten Farmasi Unjuk Gigi, Laba Naik Tak Kira-kira

Feri Sandria, CNBC Indonesia
Rabu, 03/11/2021 08:40 WIB
Foto: Meningkatnya kasus Covid-19 di Jakarta membuat pelayanan sistem Drive thru banyak dilakukan oleh sebagian farmasi di Jakarta. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah situasi pandemi yang belum jelas kapan akan berakhir emiten yang bergerak di bidang farmasi kembali menorehkan kinerja ciamik pada kuartal ketiga tahun 2021 ini.

Sama dengan emiten pengelola RS, pendapatan serta laba emiten farmasi yang juga bagian dari sektor layanan kesehatan mampu tumbuh signifikan yang disorong oleh kondisi pandemi yang meningkatkan penjualan obat dan alat diagnostik.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), enam emiten telah menyampaikan kinerja keuangannya untuk kuartal III-2021, masing-masing adalah emiten PT Indofarma Tbk (INAF), PT Itama Ranoraya Tbk (IRRA), PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), PT Millennium Pharmacon International Tbk (SDPC), PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) dan emiten yang baru diakuisisi tidak lama setelah melantai di bursa, PT Tempo Scan Pacific Tbk (TPSC).


Permintaan Obat dan Alat Tes Diagnostik Pacu Pertumbuhan Pendapatan

Berdasarkan data laporan keuangan yang dipublikasikan di BEI, keenam emiten yang telah menyampaikan laporan kinerja interim kuartal ketiga semuanya kompak mengalami pertumbuhan pendapatan, beberapa di antaranya malah melonjak cukup signifikan.

Pertumbuhan pendapatan terbesar dicatatkan oleh IRRA yang pada kuartal ketiga tahun ini berhasil membukukan Rp 141,05 miliar, naik 670% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 9,03 miliar.

Selanjutnya emiten terdapat emiten pelat merah, Indofarma, yang mencatatkan pertumbuhan 100% atau mengganda menjadi Rp 1,49 triliun dari semula Rp 749,25 miliar.

Sedangkan empat emiten farmasi lainnya mencatatkan pertumbuhan pendapatan yang jauh lebih 'kecil' dari IRRA dan INAF.

Kalbe Farma tercatat mengalami kenaikan pendapatan 12% menjadi Rp 19,10 triliun dari posisi akhir September tahun lalu sebesar Rp 17,07 triliun. Pendapatan Kalbe Farma juga merupakan yang terbesar dari emiten farmasi lainnya. SDPC mencatatkan pertumbuhan pendapatan 16% menjadi Rp 2,27 triliun dari semula Rp 1,95 triliun.

Sementara itu produsen jamu herbal dan suplemen, Sido Muncul mencatatkan kenaikan pendapatan 23% menjadi Rp 2,77 triliun dari semula Rp 2,25 triliun.

Terakhir Tempo Scan mencatatkan kenaikan pendapatan paling kecil dan hanya mampu tumbuh 3% menjadi Rp 8,34 triliun pada akhir kuartal ketiga tahun ini, dari periode yang sama tahun 2020 lalu sebesar Rp 8,09 triliun.

Peningkatan pendapatan ini salah satunya dipicu oleh melonjaknya permintaan obat baik itu obat generik, paten maupun obat herbal alternatif. Selain itu bobot besar adalah meningkatnya penjualan alat tes diagnostik, khususnya untuk pengetesan gejala covid-19 yang penjualannya meroket.

Sebelum harganya di turunkan oleh pemerintah, bisnis diagnostik memiliki rentang harga yang beragam tergantung berapa lama hasil pemeriksaan selesai. Beberapa operator bahkan menerapkan harga yang cukup besar untuk pengujian covid-19.

Meski demikian perusahaan-perusahaan tersebut tidak merinci berapa pendapatan yang diperoleh dari bisnis tes Covid.

Indofarma yang pendapatnya mengganda pada kuartal ini merinci bahwa pendapatan dari penjualan obat naik lebih dari 100% menjadi Rp 904,86 miliar dari sebelumnya Rp 440,77 miliar. Tidak hanya itu pendapatan dari penjualan alat kesehatan dan alat diagnostik juga meningkat tajam menjadi Rp 564,01 miliar dari semula Rp 286,75 miliar.

Meski tidak fokus pada penjualan obat resep dokter, penjualan jamu herbal dan suplemen Sido Muncul juga mengalami peningkatan signifikan, naik menjadi Rp 1,77 triliun dari semula Rp 1,44 triliun.


(fsd/fsd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Q1-2025 Positif, Dirut BTN Optimistis Bisnis Lanjut Nge-Gas!

Pages