
Bahaya Mengancam Bumi, Banyak Pinjaman yang Peduli Lingkungan

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mendorong kebijakan terkait pembiayaan berkelanjutan (sustainable finance). Hal ini untuk mendukung upaya dunia menuju program ekonomi hijau dan pembangunan berkelanjutan.
Hal ini disampaikan Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso pada konferensi mengenai perubahan iklim dunia (Conference of the Parties/COP) ke-26 di Glasgow, Skotlandia, Senin (1/11/2021).
OJK, kata Wimboh, memegang komitmen jangka panjang terhadap Sustainable Finance untuk memastikan kelancaran transisi menuju ekonomi rendah karbon.
"OJK terus mendukung komitmen Pemerintah Indonesia terhadap Perjanjian Paris serta langkah negara untuk mencapai tujuan net zero emission," kata Wimboh, dalam keterangan resmi, Selasa (2/11/2021).
Menurutnya, OJK telah memantau risiko terkait perubahan iklim serta krisis energi yang menambah tekanan pada ekonomi global. Tingginya biaya transisi ke ekonomi rendah karbon membawa tantangan dalam mempercepat implementasi pembiayaan berkelanjutan di negara berkembang.
Risiko perubahan iklim tersebut harus diperlakukan sebagai prioritas tinggi dan perlu dikurangi dengan upaya kolaboratif seluruh pemangku kepentingan.
Wimboh menyampaikan, komitmen OJK dalam mengakselerasi keuangan berkelanjutan telah diwujudkan dalam penerbitan Roadmap Keuangan Berkelanjutan pada 2015 - 2019 dan dilanjutkan pada tahap kedua pada 2020 hingga 2024.
Sasaran strategis Roadmap Keuangan Berkelanjutan meliputi terciptanya ekosistem yang mendukung percepatan keuangan berkelanjutan, peningkatan pasokan dan permintaan dana dan instrumen keuangan yang ramah lingkungan, serta penguatan pengawasan dan koordinasi dalam penerapan keuangan berkelanjutan di Indonesia.
OJK mencatat, saat ini, nilai pembiayaan berkelanjutan di Indonesia telah mencapai USD55,9 miliar (Rp809,75 triliun), penerbitan green bond di pasar domestik tercatat USD35,12 juta (Rp500 miliar) atau 0,01% dari total outstanding bond.
Sementara global sustainability bond yang diterbitkan oleh emiten Indonesia telah mencapai lebih dari USD 2,22 miliar (Rp31,6 triliun) dan portofolio blended finance telah mendapatkan komitmen sebesar USD2,46 miliar (Rp35,6 Triliun). Indeks SRI-Kehati ESG telah membuktikan ketangguhannya selama pandemi dan mengungguli Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Di sektor perbankan, total pinjaman terkait keuangan berkelanjutan tercatat sebesar USD55,9 miliar (Rp809,75 triliun). Hampir 50% bank di Indonesia yang mewakili 91% dari total aset pasar perbankan Indonesia menunjukkan komitmen yang meningkat dalam menerapkan keuangan berkelanjutan.
Sustainable Banking and Finance Network (SBFN) pada tahun 2021 memasukkan Indonesia, Republik Rakyat Tiongkok dan Kolombia sebagai negara-negara dalam tahap konsolidasi regulasi keuangan berkelanjutan.
OJK juga telah menyiapkan empat langkah strategis penerapan prinsip keuangan berkelanjutan. Pertama, penyelesaian penyusunan Taksonomi Hijau Indonesia yang akan diluncurkan awal tahun depan.
Kedua, pengembangan kerangka manajemen risiko untuk industri dan pedoman pengawasan berbasis risiko bagi pengawas dalam rangka penerapan risiko keuangan terkait iklim.
Ketiga, mengembangkan skema pembiayaan atau pendanaan proyek yang inovatif dan feasible terhadap keuangan berkelanjutan. Keempat, meningkatkan awareness dan capacity building untuk seluruh pemangku kepentingan.
Kemudian, untuk mengakselerasi dan mengefektifkan penerapan prinsip keuangan berkelanjutan di sektor jasa keuangan, OJK telah membentuk Satuan Tugas Keuangan Berkelanjutan yang terdiri dari berbagai institusi keuangan, baik dari perbankan, pasar modal maupun IKNB.
(hps/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Butuh Dana Rp 745 T/Tahun Buat Pengembangan Ekonomi Hijau