
Sampai Oktober, Kurs Dolar Singapura Merosot 6 Bulan Beruntun

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Singapura dalam 2 pekan terakhir memang terus menguat melawan rupiah. Tetapi jika melihat kinerjanya sepanjang Oktober, Mata Uang Negeri Merlion ini masih mencatat pelemahan.
Melansir data Refinitiv, sepanjang bulan Oktober dolar Singapura melemah 0,4% ke Rp 10.498,04/SG$. Dolar Singapura bahkan sempat menyentuh level terendah sejak November 2020 di Rp 10.393,65/SG$ pada 18 Oktober lalu.
Selain itu, dolar Singapura juga membukukan pelemahan 6 bulan beruntun dengan persentase total 3,2%.
Sentimen terhadap rupiah yang semakin membaik seiring dengan terkendalinya penyebaran kasus penyakit virus coron (Covid-19) membuat dolar Singapura terus merosot.
Memasuki September 2021, gelombang kedua serangan virus corona di Indonesia sudah selesai. Kurva kasus positif melandai, demikian pula kasus aktif. Perkembangan ini membuat pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berani melonggarkan PPKM sehingga aktivitas dan mobilitas masyarakat mulai berdenyut lagi.
Pada Oktober 2021, Indonesia semakin mampu mengendalikan laju pandemi. Sepanjang bulan lalu, rata-rata pasien positif corona bertambah 944 orang per hari (terendah sejak Mei 2020 secara bulanan). Turun drastis dibandingkan bulan sebelumnya yakni 4.177 orang setiap harinya.
Kini sudah tidak ada lagi wilayah di Jawa-Bali yang menerapkan PPKM Level 4 (paling ketat). Dengan demikian, aktivitas bisnis akan berputar lebih cepat, pertumbuhan ekonomi bisa lebih tinggi. Rupiah pun perkasa.
Meski demikian, peta kekuatan bisa jadi akan berubah di sisa tahun ini, bahkan di tahun depan. Selain karena dolar Singapura yang sudah merosot 6 bulan beruntun, yang bisa menarik aksi beli, perbedaan kebijakan moneter juga membuat dolar Singapura akan lebih unggul.
Otoritas Moneter Singapura (Monetary Authority of Singapore/MAS) secara mengejutkan mengetatkan kebijakan moneternya pad 14 Oktober lalu. Sejak saat itu, kurs dolar Singapura terus menanjak.
MAS menaikkan kemiringan (slope) S$NEER (Singapore dollar nominal effective exchange rate) dari sebelumnya di dekat 0%. Sementara lebar (width) masih tetap.
Slope berfungsi membuat penguatan/penurunan dolar Singapura lebih cepat/lambat. Ketika slope dinaikkan, maka dolar Singapura bisa menguat lebih cepat, begitu juga sebaliknya.
Untuk diketahui, di Singapura, tidak ada suku bunga acuan, kebijakannya menggunakan S$NEER (Singapore dollar nominal effective exchange rate). Kebijakan moneter, apakah itu longgar atau ketat, dilakukan dengan cara menetapkan kisaran nilai dan nilai tengah dolar Singapura terhadap mata uang negara mitra dagang utama. Kisaran maupun nilai tengah itu tidak diumbar kepada publik.
Pengumuman pengetatan tersebut terbilang mengejutkan, sebab para ekonom memprediksi baru akan dilakukan pada tahun depan. Tetapi MAS menyatakan langkah tersebut diambil guna meredam kenaikan inflasi.
"Apresiasi slope S$NEER akan menjaga stabilitas harga dalam jangka menengah," kata MAS sebagaimana dilansir Straits Times, Kamis (14/10).
Di tahun depan, MAS diprediksi masih akan mengetatkan kebijakan moneternya. Sementara itu inflasi di Indonesia masih sangat rendah, sehingga belum ada tekanan bagi Bank Indonesia (BI) untuk menaikkan suku bunga.
BI sebelumnya mengindikasikan baru akan menaikkan suku bunga di 2023, tetapi para analis memprediksi bisa terjadi di semester II tahun depan.
Alhasil, adanya perbedaan outlook kebijakan moneter tersebut membuat dolar Singapura berpeluang semakin menanjak di tahun depan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kurs Dolar Singapura Pagi Jeblok Siang Naik, Ini Penyebabnya!
