Ada Ramalan Kurs Dolar Singapura Makin Mahal di 2022, Simpan?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
27 October 2021 12:55
FILE PHOTO: A Singapore dollar note is seen in this illustration photo May 31, 2017.     REUTERS/Thomas White/Illustration/File Photo
Foto: Dollar Singapur (REUTERS/Thomas White)

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Moneter Singapura (Monetary Authority of Singapore/MAS) dua pekan lalu mengejutkan pasar dengan mengetatkan kebijakan moneternya. Alhasil, kurs dolar Singapura terus merangkak naik melawan rupiah.

Di tahun depan, MAS diperkirakan akan mengambil langkah yang sama, sehingga kurs dolar Singapura bisa makin mahal.

Pada perdagangan Rabu (27/10), pukul 12:11 WIB SG$ 1 setara Rp 10.519,36, dolar Singapura menguat 0,26% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Sementara melawan dolar Amerika Serikat (AS) masih stagnan di kisaran 1,3479/SG$

Fitch Solutions dalam laporan terbarunya memprediksi dolar Singapura akan menguat di tahun depan melawan dolar AS. Di tahun 2022, rata-rata dolar Singapura kini diperkirakan di 1,3600/US$, lebih tinggi dari prediksi sebelumnya 1,34000/US$.

Ketika dolar Singapura menguat melawan dolar AS, maka rupiah juga berisiko besar melemah melawan dolar Singapura.

Fitch Solutions melihat MAS akan kembali mengetatkan kebijakan moneternya di tahun depan.

Pada 14 Oktober lalu, MAS secara mengejutkan menaikkan kemiringan (slope) S$NEER (Singapore dollar nominal effective exchange rate) dari sebelumnya di dekat 0%. Sementara lebar (width) masih tetap.

Slope berfungsi membuat penguatan/penurunan dolar Singapura lebih cepat/lambat. Ketika slope dinaikkan, maka dolar Singapura bisa menguat lebih cepat, begitu juga sebaliknya.

Untuk diketahui, di Singapura, tidak ada suku bunga acuan, kebijakannya menggunakan S$NEER. Kebijakan moneter, apakah itu longgar atau ketat, dilakukan dengan cara menetapkan kisaran nilai dan nilai tengah dolar Singapura terhadap mata uang negara mitra dagang utama. Kisaran maupun nilai tengah itu tidak diumbar kepada publik.

Tingginya inflasi menjadi salah satu alasan MAS mengetatkan kebijakan moneternya.

"Apresiasi slope S$NEER akan menjaga stabilitas harga dalam jangka menengah," kata MAS sebagaimana dilansir Straits Times, Kamis (14/10).

Inflasi di Singapura masih terus menanjak. Di awal pekan ini MAS dan Kementerian Industri dan Perdagangan melaporkan inflasi di bulan September tumbuh 2,5% year-on-year (YoY) lebih tinggi dari bulan sebelumnya 2,4% YoY.

Kenaikan inflasi tersebut dipicu biaya listrik dan gas yang melesat 9,9%, kemudian harga makanan tumbuh 1,6%. Biaya akomodasi dan transportasi pribadi masing-masing naik 1,9% dan 10,8%.

Sementara inflasi inti, yang tidak memasukkan sektor akomodasi dan biaya transportasi tumbuh 1,2% YoY, juga lebih tinggi dari bulan Agustus 1,1% YoY.

Tingginya inflasi tersebut membuat beberapa analis merevisi target inflasinya untuk tahun depan. Analis dari Barclays misalnya, merivisi target inflasi nya menjadi 2,3% dari sebelumnya 1,5%. Sementara inflasi inti, dari sebelumnya 1,3% dinaikkan menjadi 1,7%.

Inflasi inti merupakan acuan MAS dalam menetapkan kebijakan moneter, semakin tinggi maka peluang S$NEER diketatkan lagi semakin besar. 

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kurs Dolar Singapura Pagi Jeblok Siang Naik, Ini Penyebabnya!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular