
Harga Komoditas Turun, Rupiah Manyun!

Meski minggu ini melemah, tetapi rupiah masih berada di tren penguatan. Dalam sebulan terakhir, mata uang Ibu Pertiwi terapresiasi 0,84% di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Sejak akhir September (month-to-date), penguatan rupiah mencapai 1,33%.
Kenaikan harga komoditas menjadi penopang penguatan rupiah. Dalam sebulan terakhir, harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) naik 4,51%. Dalam periode yang sama, harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) di Bursa Malaysia melesat 13,72%.
Kebetulan Indonesia adalah eksportir batu bara dan CPO terbesar di dunia. Saat harga dua komoditas ini naik, maka Indonesia akan menerima pasokan valas yang lebih banyak. Pasokan devisa yang melimpah ini menjadi modal bagi keperkasaan rupiah.
Tidak heran rupiah menjadi 'darling' di pasar. Berdasarkan jajak pendapat yang digelar Reuters, investor memandang rupiah punya prospek cerah dalam jangka panjang karena ditopang harga komoditas.
"Rupiah adalah salah satu mata uang Asia dengan kinerja terbaik tahun ini. Kekuatan rupiah disokong oleh tingginya surplus neraca perdagangan akibat lonjakan harga komoditas," sebut Reuters.
Fitch Solutions juga memandang rupiah punya prospek bullish. Pada akhir tahun, Fitch Solutions memperkirakan rupiah bisa menyentuh Rp 14.000/US$.
Namun minggu ini semuanya buyar. Sepanjang pekan ini, harga batu bara anjlok 20,86%. Sedangkan harga CPO berkurang 0,74%.
Penurunan harga komoditas membuat rupiah jadi kurang 'seksi'. Akibatnya, rupiah mengalami tekanan jual sehingga nilai tukarnya melemah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)