
'Perang' Sengit Alibaba vs Amazon di Bank Digital RI, Panas!

Jakarta, CNBC Indonesia - Alibaba berencana untuk membuka pusat data pertamanya di Korea Selatan dan Thailand pada tahun 2022. Keputusan ini diambil oleh raksasa teknologi China ini karena ingin memperluas bisnis cloud-nya dan mempertegas kehadirannya di pasar luar negeri.
Raksasa e-commerce besutan Jack Ma ini memang merupakan pemain komputasi awan nomor satu di China, tetapi dengan dibukanya pusat data di dua negara Asia tersebut kini Alibaba semakin berfokus untuk memperluas jejaknya secara internasional.
CNBC Internasional mengabarkan wilayah lain yang ikut dilirik di kawasan Asia termasuk Singapura, Filipina, dan Indonesia, yang dalam perjalanannya berarti memberi sinyal terbukanya arena 'pertarungan' melawan raksasa cloud AS seperti Amazon dan Microsoft.
Pusat data lokal dapat membantu bisnis di negara atau wilayah tersebut mengakses layanan cloud Alibaba, yang secara bersamaan juga dapat membantu perusahaan China memperluas kehadiran mereka di luar negeri.
Alibaba mengumumkan rencana tersebut pada Rabu lalu (20/10) di Konferensi Apsara - Konferensi Cloud Computing & AI Terbesar di Asia - bersama dengan sejumlah produk cloud baru lainnya.
Pada hari Selasa (19/10), Alibaba juga meluncurkan chip baru bernama Yitian 710 yang akan masuk ke server bernama Panjiu. Tujuannya adalah untuk memperkuat aplikasi kecerdasan buatan di cloud Alibaba.
Perusahaan berharap chip khusus dapat membantunya menonjol dari para pesaing di pasar komputasi awan yang sangat kompetitif.
Komputasi awan dipandang sebagai pendorong keuntungan utama bagi Alibaba dalam jangka panjang, meskipun saat ini hanya menyumbang sekitar 8% dari total pendapatan perusahaan dengan e -commerce tetap menjadi bisnis intinya.
NEXT: Rebutan 'Kue' Digital
Periset data pasar teknologi informasi dan komputasi awan, Synergy Research Group mengungkapkan bahwa pendapatan ekosistem bisnis cloud - pada kuartal pertama tahun 2021 mencapai US$ 235 miliar atau setara dengan Rp 3.360 triliun (kurs Rp 14.300/US$).
Angka ini melonjak 25% dari periode yang sama tahun sebelumnya, dengan pemain besar utama termasuk Amazon dan Microsoft.
Pada paruh pertama tahun 2021, total pengeluaran untuk perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan untuk membangun infrastruktur cloud mencapai lebih dari US$ 70 miliar atau setara Rp 1.001 triliun, dengan belanja cloud yang dilakukan oleh publik - jaringan yang digunakan bersama - sekarang jauh lebih besar daripada private cloud atau digunakan secara pribadi oleh satu klien khusus.
Investasi infrastruktur oleh penyedia layanan cloud menghasilkan pendapatan lebih dari US$ 150 miliar atau Rp 2.145 triliun dari layanan infrastruktur cloud (IaaS/Infrastructure as a Service, PaaS/Platform as a Service, layanan cloud pribadi yang dihosting) dan SaaS/Software as Service perusahaan.
Selain layanan perusahaan ini, infrastruktur cloud juga mendukung layanan internet seperti pencarian daring, jejaring sosial, email, e-commerce, game, dan aplikasi seluler.
Amazon Web Services (AWS) yang merupakan salah satu pemain awal telah memantapkan dirinya sebagai pemimpin di pasar untuk infrastruktur cloud dan saat ini masih menjadi yang terdepan.
Menurut perkiraan dari Synergy Research Group, pangsa pasar Amazon di pasar infrastruktur cloud di seluruh dunia sebesar 32% pada kuartal pertama tahun 2021, masih melebihi pangsa pasar gabungan dari dua pesaing terbesarnya, Microsoft dan Google.
Pada kuartal pertama 2021, pendapatan layanan infrastruktur cloud global mencapai US$ 39 miliar atau setara Rp 558 triliun, dan berada dalam jalur yang benar untuk melampaui pendapatan US$ 150 miliar tahun ini.
Dua perusahaan raksasa AS, Amazon dan Microsoft menyumbang lebih dari setengah pendapatan infrastruktur cloud dalam tiga bulan pertama tahun 2021, dengan delapan penyedia terbesar menguasai sekitar 80 persen pasar.
Alibaba sendiri berada di posisi keempat tepat di belakang Google dengan pangsa pasar yang diperoleh perusahaan raksasa China tersebut sebesar 6%.
"Amazon dan Microsoft memperoleh posisi kepemimpinan karena fokus secara agresif pada pertumbuhan layanan cloud mereka, kuartal demi kuartal, tahun demi tahun. [Kedua perusahaan tersebut] terus menginvestasikan miliaran dolar setiap kuartal dalam memperluas jejak pusat data global mereka, sementara pada saat yang sama meningkatkan portofolio layanan cloud, " ujar John Dinsdale, Kepala Analis di Synergy Research Group, dalam keterangan resmi.
NEXT: Rebutan Cloud di Bank Digital RI
Di Indonesia, kini sektor perbankan mengalami tren bank digital sehingga cloud menjadi salah satu infastruktur yang mesti dimiliki oleh perbankan.
Sejumlah bank sudah menetapkan pilihan untuk menggunakan layanan cloud, baik Amazon, maupun dari Alibaba.
Misalnya, PT Bank Banten Tbk (BEKS) juga tengah mendorong tercapainya kerja sama dengan Amazon Web Services (AWS). Kerja sama yang akan dilakukan adalah pengembangan sistem teknologi informasi Bank Banten dengan teknologi cloud (komputasi awan) yang dimiliki oleh AWS.
Amazon Web Services adalah layanan berbasis cloud computing yang di sediakan oleh Amazon sejak tahun 2002.
Direktur Utama Bank Banten Agus Syabarrudin mengatakan pengembangan sistem teknologi informasi ini untuk mendorong digitalisasi bank ini. Langkah ini merupakan strategi Bank Banten untuk bisa bersaing dengan perbankan digital saat ini.
"Jadi harus ke sana, dan mudah-mudahan kita terus bergerak. Mudah-mudahan pertemuan lanjutan dengan AWS ini bisa lebih mengerucut dan Agustus ini bisa kebentuk polanya gimana. Yang jelas Amazon kan ada kemampuan cloud yang hebat," kata Agus kepada CNBC Indonesia.
Bank Grup MNC milik pengusaha Hary Tanoesoedibjo, PT Bank MNC Internasional Tbk. (BABP) juga sudah berkolaborasi dengan dengan AWS) untuk mendukung aplikasi perbankan digital milik MNC Bank yang dinamakan MotionBanking.
Sementara itu, situs Alibaba Cloud menunjukkan, sejumlah perusahaan Indonesia juga menggunakan layanan Alibaba di antaranya emiten data center milik Toto Sugiri, PT Indointernet Tbk (EDGE).
Lalu Astra Financial, anak perusahaan PT Astra International Tbk (ASII) di bidang jasa keuangan, berkolaborasi dengan Alibaba Cloud untuk menjalankan aplikasi Moxa.
Adapun emiten perbankan yang disokong Akulaku-Alibaba, PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) memperkuat keamanan siber layanan perbankan dengan menggandeng dua raksasa teknologi informasi global asal Tiongkok, yakni Huawei dan Tencent Cloud.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Soal Kerja Sama Cloud Amazon, Ini Bocoran Bos Bank Banten!
