
Bungee Jumping! Harga Batu Bara Rontok 25% dalam 6 Hari...

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara turun lagi. Koreksi harga si batu hitam sudah terjadi selama enam hari beruntun.
Kemarin, harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) tercatat US$ 213,1/ton. Anjlok 3,53% dibandingkan sehari sebelumnya.
Batu bara masih sulit lepas dari tren penurunan harga, yang kini genap terjadi enam hari berturut-turut. Selama enam hari tersebut, harga komoditas ini ambles 25,73%.
Setidaknya ada dua hal yang melatarbelakangi penurunan harga baru bara. Satu, investor melakukan ambil untung (profit taking) karena harga memang sudah naik gila-gilaan.
Meski dalam enam hari harga ambrol 25% lebih, tetapi harga batu bara masih mencatatkan kenaikan 30,7% dalam sebulan terakhir. Sejak akhir 2020 (year-to-date), harga meroket 188,2%.
So, tidak heran pasti akan datang saatnya investor 'gatal' mengeruk cuan dari batu bara. Maklum, keuntungan yang didapat memang boleh dibilang luar biasa.
Halaman Selanjutnya --> China Mau Tekan Harga Batu Bara
Dua, ada perkembangan di China yang menjadi sentimen negatif bagi harga batu bara. Pemerintah China tengah mempertimbangan untuk melakukan intervensi terhadap harga komoditas yang naik tajam, termasuk batu bara.
Komisi Reformasi dan Pembangunan Nasional China pada Selasa lalu mengungkapkan tengah mempelajari langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk mengintervensi harga batu bara. Pemerintahan Presiden Xi Jinping akan melakukan segala upaya agar harga kembali ke kisaran yang masuk akal.
Batu bara adalah komoditas strategis bagi China, karena sekitar 60% pembangkit listrik di sana menggunakan tenaga batu bara. Tingginya harga batu bara membuat perusaaan listrik kelimpungan karena di sisi lain permintaan juga sangat tinggi. So, wajar pemerintah China punya kepetingan untuk menekan harga batu bara.
Akan tetapi, sejumlah pihak tidak yakin upaya pemerintah China untuk mengontrol harga batu bara akan membuahkan hasil. Pasalnya, kenaikan harga batu bara adalah masalah dunia, bukan di China saja.
"Intervensi pemerintah bagai sedikit guyuran air ke api besar yang membara. Inti dari masalah ini adalah keterbatasan pasokan energy karena bumi belahan utara (northern hemisphere) akan segera memasuki musimdingin. Butuh waktu berbulan-bulan agar keseimbangan antara pasokan dan permintaan kembali seimbang," terang Frederic Neumann, Co-Head Asian Economic Research di HSBC, sebagaimana diwartakan Reuters.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Kurang 'Vitamin', Harga Batu Bara Diramal Masih Lemah Lesu
