Internasional

Kripto: Bikin Pusing Xi Jinping, Putin, hingga Bank Sentral

Tommy Sorongan & Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
15 October 2021 11:20
JPMorgan CEO Jamie Dimon (Photo: AP)
Foto: JPMorgan CEO Jamie Dimon (Photo: AP)

Selain Putin dan bank sentral, Jamie Dimon, CEO bank investasi terbesar dunia JPMorgan Chase, juga sudah terang-terangan mengungkapkan bahwa dia bukanlah penggemar bitcoin, aset kripto dengan kapitalisasi pasar terbesar saat ini.

"Saya pribadi berpikir bahwa bitcoin tidak berharga," kata Dimon dalam acara Institute of International Finance pada hari Senin, dikutip CNBC Pro, Selasa (12/10/2021).

Tapi, "saya tidak ingin menjadi juru bicara (bagi masyarakat yang kontra bitcoin/aset kripto) - saya tidak peduli. Bitcoin tidak memiliki arti apa pun bagi saya," ujarnya.

"Klien kami sudah dewasa. Mereka tidak setuju. Itulah yang membuat pasar. Jadi, jika mereka ingin memiliki akses untuk membeli sendiri bitcoin, kami tidak dapat menahannya tetapi kami dapat memberi mereka akses yang sah, sebersih mungkin," ujarnya menambahkan.

Dia memegang teguh pernyataan tersebut. Kendati demikian, pada Februari 2019, JPMorgan mengakomodasi keinginan sebagian nasabah dan disebutkan akan meluncurkan mata uang digital yang disebut JPM Coin, dan pada Oktober 2020, perusahaan menciptakan unit baru untuk proyek-proyek blockchain.

Pada bulan Agustus, perusahaan yang ia nakhodai mulai memberikan klien manajemen kekayaannya akses ke dana kripto, berdasarkan laporan CNBC.

Meski aset kripto telah mengalami turbulensi serta naik turun di pasar kelas aset dalam beberapa waktu terakhir, Dimon tetap memegang teguh pandangan anti-crypto-nya.

Baru-baru ini, dia memberi tahu CEO dan jurnalis portal berita Axios, Jim VandeHei, bahwa bitcoin "tidak memiliki nilai intrinsik."

Meskipun dia berpikir bitcoin akan ada dalam jangka panjang, Dimon mengatakan "selalu percaya bitcoin akan menjadi ilegal di wilayah tertentu, seperti China yang telah menjadikannya ilegal, jadi saya pikir itu seperti fool's gold."

Dengan kata lain baginya bitcoin adalah sesuatu yang terlihat menjanjikan daripada kondisi sebenarnya, layaknya penambang tertipu dengan menganggap pirit - mineral tembaga sulfida berwarna keemasan - sebagai emas.

Dimon juga memberi tahu VandeHei bahwa menurutnya "regulator akan mengatur bitcoin."

Dimon bisa saja benar, baru-baru ini, pemerintah AS semakin fokus untuk mengatur pasar cryptocurrency.

Apalagi AS kini jadi penyumbang terbesar aktivitas penambangan Bitcoin di dunia, menyingkirkan China. Ini merupakan riset dari Pusat Keuangan Alternatif Cambridge Inggris.

Ini pertama kalinya AS menguasai pasar penambangan Bitcoin. Menurut penelitian tersebut AS kini menyumbang 35,4% hash rate global Bitcoin pada Agustus lalu, kemudian diikuti Kazakhstan dan Rusia.

Adapun China, hash rate-nya jatuh menjadi nol pada Juli lalu. Sebulan sebelumnya, hash rate Bitcoin di China mencapai 44%. Pada 2019 hash rate Bitcoin di China menyentuh 75%, seperti dikutip dari Reuters, Kamis (15/10/2021).

Hash rate bisa diartikan sebagai ukuran daya komputasi per detik yang digunakan dalam menambang uang kripto. Hash rate penting bagi penambang Bitcoin, semakin cepat maka semakin besar para penambang memecahkan algoritma matematika rumit guna mendapatkan keuntungan.

Saat ini China di bawah kepemimpinan Presiden Xi Jinping melarang aktivitas penambangan Bitcoin. Banyak pusat penambangan ditutup paksa oleh pemerintah. Lembaga keuangan, non keuangan, hingga fintech juga dilarang memfasilitasi transaksi uang kripto.

"Jika Anda ingin merelokasi ratusan juta dolar penambang keluar dari China, Anda ingin memastikan wilayah itu memiliki stabilitas geografis, politik dan yuridiksi. Anda juga ingin memastikan adanya perlindungan hak milik pribadi atas aset yang direlokasi," terang Darin Feistein, pendiri Core Scientific, dikutip CNBC International.

(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular